"(Malaria) pada wanita hamil bisa menyebabkan gejala anemia sampai hemoglobin turun, bahkan pengaruhi kesehatan janin," katanya dalam "talkshow" bertema "Menuju Indonesia Bebas Malaria: Percepatan Penanggulangan Menuju Kesejahteraan yang Adil dan Merata" yang digelar secara daring, di Jakarta, Senin.
Parasit penyebab malaria yakni plasmodium yang dibawa nyamuk anopheles betina menginfeksi sel darah merah dan dapat menyebabkan kondisi anemia.
Anemia khususnya pada wanita hamil bisa menyebabkannya keguguran, pendarahan selama hamil, menjalani persalinan prematur hingga terganggunya janin.
"Kalau ada wanita hamil di daerah endemis malaria, biasanya skrining untuk hemoglobin untuk melihat anemia atau tidak, juga skrining terhadap malaria," kata dia.
Baca juga: Wakil Ketua MPR RI: Gerakan pencegahan malaria harus konsisten
Pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis malaria yakni dengan tes diagnostik cepat (rapid diagnostic test), yakni menggunakan sampel darah.
Menurut Nur Rahma, pemeriksaan ini bisa dilakukan di puskesmas dan rumah sakit dan hasilnya bisa didapatkan dengan cepat.
Lalu, terkait gejalanya Nur Rahma menyebutkan antara lain menggigil, demam tinggi, banyak mengeluarkan keringat, sakit kepala, mual dan muntah.
"Kalau ada riwayat ke daerah endemis, ada demam langsung dicek tanpa menghilangkan penyebab lainnya. Tapi kalau bukan dari daerah endemis, ada demam tujuh hari, baru diskrining malaria," katanya.
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, kasus malaria pada 2023 sebanyak 418.546 kasus, atau menurun dibandingkan 2022 yaitu 443.530 kasus.
Baca juga: Kemenkes: Kasus malaria RI turun, tapi masih tertinggi kedua di Asia
Lalu, dari jumlah kasus ini, sebanyak 369.119 di antaranya ditemukan di Papua, Papua Tengah, Papua Selatan dan Papua Pegunungan.
Sementara itu, lima provinsi tercatat dianggap berhasil menanggulangi parasit plasmodium yang dibawa oleh nyamuk anopheles betina penyebab malaria yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur dan Bali.