Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menyatakan kasus pernikahan usia dini di daerah itu mengalami penurunan dari 845 kasus pada 2019 menjadi 418 kasus pada semester pertama 2020 sebagai wujud keberhasilan sosialisasi penurunan kasus tersebut.
Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kaltim Noer Adenany di Tanah Paser, Kamis (12/11), mengatakan meski kasus pernikahan usia dini menurun, sosialisasi terus dilakukan.
Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kaltim Noer Adenany di Tanah Paser, Kamis (12/11), mengatakan meski kasus pernikahan usia dini menurun, sosialisasi terus dilakukan.
Berdasarkan data Kanwil Kementerian Agama Kaltim pada 2019 terjadi 845 kasus perkawinan anak, sedangkan hingga semester pertama pada 2020 turun menjadi 418 kasus yang terdiri atas laki-laki 89 anak dan perempuan 329 anak.
Hal itu ia katakan saat menjadi narasumber dalam Sosialisasi Pencegahan Perkawinan Usia Anak di Tanah Paser, Kabupaten Paser, Kamis (12/11).
Dalam kesempatan itu, ia juga mengatakan bahwa angka perkawinan anak yang terjadi di Kabupaten Paser pada 2019 tercatat 111 kasus.
Dalam kesempatan itu, ia juga mengatakan bahwa angka perkawinan anak yang terjadi di Kabupaten Paser pada 2019 tercatat 111 kasus.
Meski angka pernikahan di bawah umur menurun, pihaknya akan terus melakukan sosialisasi karena seharusnya tidak terjadi lagi kasus pernikahan usia dini, sehingga hal ini harus menjadi perhatian serius semua pihak.
Ia juga mengatakan bahwa Pemprov Kaltim perlu membuat aturan yang bersifat antisipasi, melakukan berbagai upaya dari seluruh komponen masyarakat untuk memberikan pendidikan dan pencerahan tentang bagaimana cara mencegah perkawinan usia anak.
Selain itu, melakukan peningkatan peran tokoh agama, masyarakat, dan orang tua dalam memberikan pemahaman sekaligus penerapan nilai-nilai luhur dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.
Dia mengatakan langkah progresif harus bersama dilakukan setelah disahkan UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Dalam UU Nomor 16/2019 ini disebutkan bahwa batas usia perkawinan diubah menjadi usia 19 tahun baik laki-laki maupun perempuan.
Perkawinan usia anak dilarang karena berdampak pada sisi pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan kualitas hidup.
Perkawinan usia anak dilarang karena berdampak pada sisi pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan kualitas hidup.
"Perkawinan usia dini juga memiliki risiko lima kali lebih besar untuk meninggal dalam persalinan ketimbang perempuan yang melahirkan di usia 20 sampai 24 tahun," ucapnya.