Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Ratusan hektare lahan milik Yayasan Pelestarian Orangutan Kalimantan atau Borneo Orangutan Survival Foundation yang digunakan sebagai lahan latihan pelepasliaran orangutan di Samboja Lestari, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, dirambah warga sekitar.
"Sekarang sudah sekitar 300 hektare lahan kami yang mereka kuasai. Malah sekarang menggunakan buldozer untuk merobohkan pepohonan dan membuka lahan," kata Manajer Program BOSF drh Agus Irianto ketika dihubungi di Balikpapan, Rabu.
Menurut ia, aksi perambahan lahan tersebut mengancam langsung kehidupan 24 individu orangutan, bagian dari 170 orangutan yang dirawat BOSF. Secara keseluruhan, luas lahan BOSF sekitar 1.800 hektare.
Selama kurun waktu 15 tahun, BOSF telah menghutankan lahan yang dulunya lahan kritis itu dengan menanam berbagai jenis pohon untuk keperluan melatih orangutan hidup liar.
Lahan itu disebut Sekolah Hutan 2 dan penghuni utamanya saat ini orangutan yang sudah hampir liar dan siap dilepas kembali ke alam bebas.
"Kami takutkan nanti ada yang diserang orangutan. Orangutan di area itu berumur 7-12 tahun, orangutan remaja yang kekuatannya sudah enam kali orang dewasa. Gigitan mereka juga sangat kuat. Bagi orangutan, manusia itu seperti pepaya," kata Suwardi, Komandan Keamanan BOSF.
Suwardi menuturkan, beberapa waktu lalu orangutan yang diganggu menyerang. Si pengganggu ditangkap kakinya, dibanting, dan digigit betisnya.
Meski mengenakan celana jeans, daging di bagian yang digigit itu hampir lepas dan korban harus menerima puluhan jahitan serta dirawat beberapa hari di rumah sakit.
Menurut Agus Irianto, BOSF sudah mengajak dialog para perambah hutan dan menjelaskan status lahan sebagai lahan sah milik BOSF yang dulunya dibeli dari masyarakat.
Pada lahan tersebut, BOSF sebelumnya juga sudah memasang plang tanda kepemilikan.
BOSF membeli lahan tersebut hektare demi hektar antara tahun 2000-2005, dengan harga ketika itu berkisar Rp2 juta per hektare.
"Tapi, mereka tidak peduli dan terus merambah," tutur Agus.
Alasan para perambah, yang merupakan warga Desa Tani Bhakti, Kecamatan Samboja, seperti dituturkan Agus, karena lahan tersebut adalah lahan cadangan untuk transmigrasi, sementara warga Tani Bhakti adalah transmigran dari Jawa Timur sejak tahun 1957.
Pada tahun 2013, Direktur Jenderal Pembinaan Kawasan Transmigrasi di bawah Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan yang ketika itu dijabat Jamaluddien Malik menjelaskan kepada Bupati Kutai Kartanegara, bahwa BOSF membeli lahan dari masyarakat pemegang Surat Keterangan Tanah (SKT) yang diterbitkan kepala Desa Tani Bhakti.
Oleh karena itu, Dirjen Jamaluddien Malik lewat surat tertanggal 29 Mei 2013 Nomor B 424/P2KTTrans/V/2013 minta Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari menghentikan kegiatan masyarakat di lahan BOSF.
Asisten Pemerintahan dan Hukum Chairil Anwar atas nama Sekretaris Kabupaten Kutai Kartanegara pada 22 Juni 2016 menyurati camat Samboja, kepala Desa Tani Bhakti, lurah Margomulyo, dan lurah Amborawang Darat, yaitu kampung-kampung yang berbatasan dengan BOSF, agar menghentikan aktivitas warga di lahan BOSF.
"Kami mohon agar Dinas Transmigrasi Kutai Kartanegara juga menjelaskan ini kepada warga. Bila tidak diindahkan juga, kami mempertimbangkan untuk membawa kasusnya ke ranah hukum, mulai dengan melaporkannya ke polisi," kata Direktur Eksekutif BOSF Dr Jamartin Sihite.
Menurut ia, adalah ironis bahwa orangutan yang dibawa ke Samboja Lestari kebanyakan karena hutan tempat hidupnya tergusur.
"Kini kondisi mereka terancam di tempat yang kita sebut kawasan penyelamatan orangutan," kata Sihite. (*)