Jakarta (ANTARA News) - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi
(Menristekdikti) Mohamad Nasir menjamin bahwa mahasiswa tidak mampu
namun berprestasi bisa kuliah kedokteran melalui penerapan Uang Kuliah
Tunggal (UKT) Rp0.
"Melalui UKT, mahasiswa kalangan tidak mampu tidak perlu membayar
uang semester (Rp0), sedangkan mahasiswa mampu lainnya membayar UKT
sesuai kemampuan orang tua, subsidi silang. Sehingga muncul sistem
pembiayaan berkeadilan," ujar Nasir di Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan pada 2012, Ditjen Pendidikan Tinggi telah menyusun
analisis biaya per unit pendidikan kedokteran per semester dengan
pendekatan berdasarkan aktivitas, yang selanjutnya juga menjadi dasar
perhitungan Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT)
untuk pendidikan kedokteran di PTN sesuai Permendikbud No 73/2014.
Berdasarkan analisis tersebut diperoleh UKT Pendidikan dokter :
Rp12.694.000. Dalam penerapannya di perguruan tinggi negeri, UKT
Pendidikan Dokter mulai dari Rp0 hingga maksimal Rp25.000.000 (kelas
tertinggi).
Dengan berlakunya UKT, mahasiswa di perguruan tinggi negeri hanya
membayar uang semester, tidak ada lagi uang pangkal dan biaya lainnya.
Menristekdikti menegaskan bahwa calon mahasiswa berprestasi dari
kalangan tidak mampu jangan khawatir melihat besarnya biaya pendidikan
kedokteran tersebut, karena negara hadir melalui berbagai skema
pembiayaan dan beasiswa untuk memberikan akses bagi mereka untuk meraih
impiannya sebagai seorang dokter.
Selain melalui sistem UKT, kalangan dari keluarga tidak mampu juga
dijamin aksesnya mengenyam pendidikan dokter melalui pemberian beasiswa.
Hal ini sesuai dengan amanat Undang Undang 20/2013 mengenai adanya
beasiswa dan bantuan biaya pendidikan untuk mahasiswa dan dosen (Pasal
32 - 35).
Saat ini beasiswa dan bantuan biaya pendidikan untuk mahasiswa dan
dosen kedokteran telah dikeluarkan melalui program BIDIK MISI, LPDP, dan
juga Program Beasiswa Afirmasi.
Pada 2017, Kemristekdikti menyiapkan beasiswa Bidik Misi bagi
90.000 mahasiswa Indonesia, dan ini terbuka bagi seluruh fakultas dan
program studi.
Selain skema beasiswa di atas, beberapa universitas juga telah
membuat program terobosan untuk membuka akses pendidikan kedokteran.
Universitas Padjajaran contohnya, sejak tahun lalu telah menggratiskan
biaya pendidikan bagi para mahasiswa kedokteran. Para mahasiswa
memperoleh beasiswa dari kota/kabupaten di Jawa Barat, termasuk dari
instansi swasta dengan kewajiban setelah mereka lulus sebagai dokter
harus bekerja di Jawa Barat di wilayah/instansi yang ditentukan.
Menristekdikti menjelaskan ada banyak faktor yang menyebabkan biaya
pendidikan kedokteran mahal dibandingkan bidang pendidikan lainnya
karena untuk menghasilkan seorang dokter profesional dan handal
diperlukan sumber daya yang besar dan berkualitas, sejak tahap
pendidikan akademik (pre-klinik), profesi (klinik/co-ass), hingga Uji
Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD). Berdasarkan
kurikulum berbasis kompetensi, mahasiswa diharapkan mengikuti pendidikan
klinik di rumah sakit sejak awal pendidikan.
"Pendidikan kedokteran membutuhkan sumber daya manusia, sarana dan
prasarana pendidikan, kurikulum, rumah sakit pendidikan, Wahana
Pendidikan Kedokteran, serta wahana penelitian yang sesuai dengan
Standar Pendidikan Profesi Dokter (SPPD) dan Standar Kompetensi Dokter
Indonesia (SKDI). Untuk itu, dibutuhkan sumber daya yang besar (termasuk
biaya yang besar) untuk mendirikan dan mengimplementasikan pendidikan
kedokteran pada fakultas kedokteran," papar dia. (*)
Menristekdikti Jamin Mahasiswa Tidak Mampu Bisa Kuliah Kedokteran
Jumat, 24 Maret 2017 10:19 WIB