Samarinda (ANTARA Kaltim) - Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS) melalui Program Reintroduksi Orangutan Kalimantan Timur di Samboja Lestari kembali melepasliarkan tujuh orangutan ke hutan Kehje Sewen di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kutai Timur.
CEO Yayasan BOS Jamartin Sihite dihubungi dari Samarinda, Kamis mengatakan pelepasliaran tujuh orangutan ke hutan Kehje Sewen di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kutai Timur itu dilakukan bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim.
"Pelepasliaran yang dilaksanakan hari ini (Rabu) akan menambah jumlah populasi yang dilepasliarkan di hutan Kehje Sewen menjadi 62 individu orangutan," ujar Jamartin Sihite.
Ketujuh orangutan yang dilepasliarkan tersebut terdiri, dua jantan dan lima betina yang semuanya berusia sekitar 20 tahun.
"Ketujuh orangutan itu akan dilepasliarkan di bagian Utara Hutan Kehje Sewen, yang sebelumnya Yayasan BOS telah melepasliarkan 31 orangutan rehabilitan yang kini dipantau telah hidup menyebar ke seluruh wilayah hutan," terang Jamartin Sihite.
Orangutan yang dilepasliarkan dan masing-masing telah diberi nama yakni, Elisa, Wardah, Eris, Emmy, Wulani, Cemong dan Beni akan diberangkatkan melalui jalur darat dari Samboja Lestari, Kutai Karranegara, langsung menuju sebuah lapangan udara kecil milik PT Swakarsa Sinar Sentosa di Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur.
Sesuai prosedur, selama di perjalanan, rombongan berhenti setiap dua jam untuk memeriksa kondisi kesehatan dan kenyamanan orangutan dan menyediakan makanan dan minuman bagi orang utan.
Dari Muara Wahau, ketujuh orangutan akan diangkut melalui udara menggunakan helikopter langsung ke titik-titik pelepasliaran di bagian Utara hutan Kehje Sewen, jelas Jamartin Sihite.
Pada 2017 tambah ia, Yayasan BOS fokus meningkatkan kegiatan pelepasliaran orangutan dan memberikan kebebasan kepada sebanyak mungkin orangutan yang layak dilepasliarkan.
Tahun 2017 dicanangkan sebagai tahun kebebasan bagi orangutan, sebagai spesies yang unik dan kharismatik yang dilindungi oleh hukum nasional dan internasional. Orangutan memiliki hak hidup bebas di habitat alaminya yang aman.
"Kami mengajak seluruh pemangku kepentingan, pemerintah, masyarakat, pelaku bisnis, dan organisasi, untuk turut serta dengan aktif mendukung upaya pelestarian umbrella species ini," katanya.
Yayasan BOS juga berterima kasih atas dukungan moral dan material dari PT Swakarsa Sinar Sentosa, BOS Swiss, donor perorangan, para mitra lainnya dan organisasi konservasi di seluruh dunia yang peduli atas usaha pelestarian orang utan di Indonesia, kata Jamartin Sihite.
Sementara itu, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur, Sunandar Trigunajasa N mengatakan, sejak tahun lalu, Orangutan di Kalimantan mendapatkan status konservasi critically endangered atau sangat terancam punah.
"Hal ini tentu menjadi cambuk bagi kita semua untuk lebih giat lagi, tidak hanya mengkampanyekan, namun juga turun ke lapangan mendukung upaya pelestarian orangutan dan habitatnya," kata Sunandar Trigunajasa.
Hutan Kehje Sewen merupakan hutan hujan seluas 86.450 hektare di Kalimantan Timur yang dikelola dalam skema Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) oleh PT RHOI (Restorasi Habitat Orangutan Indonesia), sebuah perusahaan yang didirikan oleh Yayasan BOS.
PT RHOI memperoleh izin pemanfaatan hutan tersebut sejak 2010, khususnya untuk pelepasliaran Orangutan dari Samboja Lestari.
Di Hutan Kehje Sewen, Yayasan BOS mencatat telah terdapat dua kelahiran alami Orangutan, yang merupakan indikator positif keberhasilan program reintroduksi orang utan Yayasan BOS dan membuktikan bahwa Hutan Kehje Sewen adalah habitat yang cocok untuk pelepasliaran dan pelestarian orangutan.
Direktur Konservasi RHOI Aldrianto Priadjati mengatakan, Orangutan yang dilepasliarkan tersebut telah melewati proses rehabilitasi di pusat reintroduksi di Samboja Lestari.
"Kelompok pelepasliaran orangutan kali ini terdiri dari orangutan dewasa, yang telah melewati proses rehabilitasi yang cukup panjang dan sekarang sudah siap untuk dilepasliarkan. Tujuan kami melakukan pelepasliaran orangutan adalah untuk membentuk populasi yang berkelanjutan, dan sesuai saran para ahli bahwa di wilayah ini masih memiliki daya dukung untuk melepasliarkan tambahan orang utan dengan usia rata-rata 20 tahun," tuturnya.
"Lokasi pelepasliaran ini sangat terpencil dan biasanya membutuhkan tiga sampai empat hari untuk mencapai lokasi dengan berjalan kaki. Untungnya kami memiliki kesempatan untuk menggunakan transportasi udara, yang memungkinkan kami untuk melakukan pelepasliaran ini dengan aman dan cepat," terang Aldrianto Priadjati. (*)
BOSF Lepasliarkan Tujuh Orangutan di Kaltim
Kamis, 2 Maret 2017 9:53 WIB