Samarinda (ANTARA Kaltim) - Karbon yang dihasilkan dari luasan hutan di Provinsi Kalimantan Timur akan dibayar oleh negara-negara industri penghasil emisi senilai 5 dolar AS per ton, atau setara dengan Rp65.000, jika rata-rata 1 dolar sama dengan Rp13.000.
"Saat ini Kaltim mampu menghasilkan 300 juta ton karbon per tahun. Jika pengelolaan hutan semakin baik, tentu karbon yang dihasilkan beberapa tahun ke depan akan semakin banyak," ujar Ketua Harian Dewan Daerah Perubahan Iklim Daddy Ruhiyat di Samarinda, Rabu.
Perdagangan karbon (carbon trade) di Kaltim, lanjutnya, sesuai dengan hasil perjanjian yang disepakati, maka akan dilakukan selama enam tahun yang dimulai pada 2018 hingga 2024.
Ditunjuknya Kaltim sebagai wakil Indonesia dalam perdagangan karbon dimulai pada 2015. Saat itu Kaltim terpilih sebagai provinsi terbaik di Indonesia sebagai pengimplementasian program Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dari Deforestrasi, Degradasi Hutan, dan Lahan Gambut atau di dunia internasional lebih dikenal dengan REDD+.
Setelah terpilih dalam implementasi REDD+ berbayar di Indonesia melalui program Forest Carbon Partnership Facility - Carbon Fund (karbon berbayar) pada Oktober 2015, selanjutnya Kaltim melakukan berbagai langkah persiapan.
Persiapan itu di antaranya membuat konsep mengenai pengurangan emisi yang disusun oleh Pemprov Kaltim bersama Kementerian Lingkungan Hidup. Konsep tersebut kemudian dikirim ke Tim FCPF-Bank Dunia pada April 2016 dan disetujui pada Juni di tahun yang sama.
Tahap kerja selanjutnya adalah penyusunan Dokumen Program Pengurangan Emisi (Emision Reduction Program Document/ ERPD) dan Documen Perjanjian Pembayaran Pengurangan Emisi sampai akhir 2017.
"Bapak Gubernur Kaltim telah menugaskan Dewan Daerah Perubahan Iklim Kaltim, sebagai lembaga yang mengkoordinasikan program PCPF-Carbon Fund untuk wilayah Kaltim, jadi kami serius menangani ini," ujar Daddy.
Secara umum, lanjutnya, Dewan Daerah Perubahan Iklim memiliki lima tugas, pertama yakni merumuskan strategi terkait pengurangan emisi dan mitigasi perubahan iklim.
Kedua adalah mengkoordinasikan kegiatan yang berhubungan dengan adopsi, adaptasi, mitigasi, dan teknologi. Ketiga, merancang strategi untuk menjangkau pasar perdagangan karbon.
"Keempat adalah melakukan pengukuran, pelaporan, dan verifikasi terhadap proyek maupun peraturan perubahan iklim. Kelima adalah memastikan semua kabupaten mengadopsi strategi pertumbuhan rendah karbon," kata Daddy lagi. (*)