Samarinda (ANTARA Kaltim) - Yayasan Borneo Orang Utan Survival Foundation (BOSF) melepasliarkan lima orang utan setelah melakukan proses reintroduksi kehidupan di hutan.
"Lima individu orang utan yang telah menjalani reintroduksi di BOSF Samboja Lestari akan dilepasliarkan di kawasan hutan Kehje Sewen di Kabupaten Kutai Timur dan Kutai Kartanegara," ujar CEO Yayasan BOSF Jamartin Sihite pada acara pelespaliaran orangutan di halaman Kantor Gubernur Kaltim di Samarinda, Selasa.
Acara pelepasliaran orang utan tersebut disaksikan langsung Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak dan dihadiri Staf Khusus Menteri Bidang Media dan Komunikasi Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nova Harivan, Kepala BKSDA Kaltim serta Duta Orang Utan dari The Borneo Orangutan Survival Foundation Nadine Alexandra.
Kelima orang utan yang dilepasliarkan tersebut berusia antara 10 hingga 26 tahun.
"Dari lima orang utan itu, ada empat individu yang baru dilepaskan ke hutan dan satu individu pernah dilepasliarkan beberapa tahun lalu tetapi gagal sehingga dilakukan pelatihan ulang dan hari ini siap dikembalikan ke hutan," jelas Jamartin Sihite.
Luas kawasan tempat pelepasliaran orang utan di hutan Kehje Sewen di Kabupaten Kutai Timur dan Kutai Kartanegara sekitar 86 ribu hektare.
Sementara saat ini masih ada 220 orang utan yang berada di pusat reintroduksi di Samboja Lestari yang menunggu dilepasliarkan.
"Kami akan mengajukan lahan tambahan seluas 30 ribu hektare di dekat kawasan hutan Kehje Sewen untuk menampung 250 individu orang utan yang masih berada di pusat reintroduksi sebab lahan yang ada saat ini hanya berkisar 86 ribu hektare tidak dapat menampung semua individu orang utan," katanya.
Jika permintaan penambahan lahan disetujui terdapat lahan lebih dari 100 ribu hektare untuk menampung seluruh individu orang utan yang ada di pusat reintroduksi.
Sementara Staf Khusus Menteri Bidang Media dan Komunikasi Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nova Harivan menyatakan pemerintah sangat mendukung upaya Yayasan BOSF melakukan konservasi terhadap orang utan.
"Lebih dari 50 persen populasi orang utan berada di luar kawasan konservasi yang habitatnya terus terdegradasi," kata Nova Harivan.
Ia menyatakan data yang dikeluarkan IUCN, sebuah lembaga internasional yang memayungi kegiatan sumber daya alam di seluruh dunia, telah menaikkan status Orang Utan Kalimantan atau pongo pygmeaus morio" dari status "endangered" atau terancam punah menjadi "critically Endangered" atau terancam sangat punah, hanya satu level sebelum "extinct" atau punah.
"Meskipun sangat disayangkan yang melakukan penilaian adalah orang luar bukan orang Indonesia yang memahami dengan benar persoalan orang utan, namun IUCN sebagai lembaga internasional yang memayungi kegiatan sumber daya alam di seluruh dunia menyatakan bahwa berkurangnya luasan habitat orang utan berdampak pada menurunnya populasi terhitung sejak 1950 sampai 2025, atau kurang lebih dari tiga generasi siklus kehidupan orang utan liar sebesar 82 persen," tuturnya.
"Upaya konservasi orang utan penting, mengingat ia dikenal sebagai `umbrella species` atau spesies payung yang menjadi indikator keberadaan habitat (hutan) masih lengkap ataupun juga utuh," jelas Nova Harivan. (*)