Samarinda (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah menerima dua rekomendasi penanganan tambang ilegal dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim.
Penjabat Gubernur Kaltim Akmal Malik di Samarinda, Jumat, mengatakan rekomendasi pertama yakni pembentukan Satuan Tugas Penindakan Tambang Ilegal di Kaltim.
Kemudian rekomendasi kedua yaitu pemulihan ruang hidup masyarakat atas segala bentuk pencemaran dan perusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan.
“Dua rekomendasi itu telah kami terima. Untuk satgas, pak asisten segera menyiapkan. Tapi, kami minta Jatam ada di dalamnya," kata Akmal Malik saat menerima audiensi Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim di Pendopo Odah Etam, Jumat.
Menurut Akmal, Pemprov Kaltim siap berkolaborasi dengan anggota masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, dan pegiat lingkungan guna memberantas praktik tambang ilegal.
Baca juga: Kodam VI Mulawarman temukan indikasi tambang ilegal di konsesi IKN
"Kami akan menyatukan langkah. Jatam atau siapapun lembaga lain yang mempunyai kepedulian terhadap pelestarian lingkungan, menghindari dampak-dampak negatif dari illegal mining, ayo gabung dengan kami. Kita akan bergerak segera, tentunya bekerja sesuai kapasitas,” kata Akmal Malik.
Dalam audiensi itu Dinamisator Jatam Kaltim Mareta Sari beserta timnya menyampaikan peningkatan praktik tambang ilegal di Kalimantan Timur, salah satunya di Desa Sumber Sari, Loa Kulu, Kutai Kartanegara.
Audiensi itu juga bertujuan mendorong Pemprov Kaltim segera membentuk Satgas Penindakan Tambang Ilegal di Bumi Etam.
Akmal menjelaskan kapasitas pemerintah daerah yaitu memfasilitasi dan menyampaikan aduan masyarakat, atau kelompok dan lembaga yang mewakili masyarakat, kepada pihak berwenang.
Baca juga: Satgas tambang IKN proses 15 kasus tambang ilegal
"Posisi pemerintah daerah adalah memfasilitasi dan menyampaikan kepada pihak yang berwenang. Karena, pihak yang berhak untuk menangani tambang ilegal adalah penegakan hukum," kata pria yang juga menjabat sebagai Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri itu.
Akmal menambahkan sejumlah perusahaan pertambangan bisa jadi memiliki perizinan operasional, tapi dalam praktik kerja terjadi pelanggaran kerusakan lingkungan.
"Bila ada temuan itu, kami sampaikan kepada pihak berwenang, untuk ditindak lanjuti," jelas Akmal Malik.