Samarinda (ANTARA Kaltim) - Persoalan tumpang tindih lahan di sejumlah kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur berdampak menghambat masuknya investor untuk menanamkan modalnya di bidang perkebunan, padahal daerah itu ingin menambah lahan sawit menjadi 1,7 juta hektare.
"Saat ini lahan sawit Kaltim sudah 1,002 juta hektare dan akan ditambah sebanyak 700 ribu ha hingga 2018. Untuk itu kami berharap pemerintah kabupaten teliti dalam meneribitkan izin perkebunan agar tidak terjadi tumpang tindih," ujar Kepala Dinas Perkebunan Kaltim Etnawati Usman di Samarinda, Jumat.
Menurutnya, tersendatnya investasi perkebunan masuk karena permasalahan tumpang tindih lahan yang seluruhnya terdapat 742 kasus, tetapi yang menyangkut tumpang tindih lahan untuk perkebunan sawit hanya ada puluhan kasus.
Sedangkan selebihnya merupakan tumpang tindih lahan untuk kawasan lain, seperti kawasan budi daya kehutanan (KBK) dan kawasan hutan lindung.
Khusus untuk tumpang tindih kawasan perkebunan sesama pemegang izin perkebunan, lanjut dia, saat ini sudah ada tim yang secara khusus menanganinya dan langsung berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Dia setuju dengan langkah pemerintah kabupaten membentuk tim khusus yang mengurus konflik sektor perkebunan dan berkoordinasi dengan Dinas Perkebunan.
Menurut Etnawati Usman, tim tersebut bekerja memantau terus kemungkinan adanya potensi konflik dan mendamaikan sebelum muncul aksi massa.
Tim juga melakukan sosialisasi yang lebih intensif agar hubungan perusahaan perkebunan dengan masyarakat kondusif sepanjang waktu.
"Sekarang masih sering muncul letupan-letupan secara sporadis. Konflik itu baru bisa diatasi bila bupati turun tangan. Jadi kalau demo ke Pemprov Kaltim juga tidak akan menyelesaikan masalah karena izin dikeluarkan oleh bupati," katanya.
Dia juga mengatakan bahwa ada persoalan lain mengenai batas perkebunan, yakni zaman dulu batas lahan pada Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan belum menggunakan titik koordinat, tetapi menggunakan batas alam seperti sungai atau gunung sehingga mulai saat ini akan dirapikan.
Sedangkan khusus mengenai konflik antara masyarakat dan perusahaan perkebunan, menurut Etnawati, hingga kini masih sering muncul di permukaan.
Penyebabnya antara lain menyangkut peraturan tentang plasma yang baru ada ketentuannya tahun 2007, sedangkan faktanya terdapat beberapa perusahaan perkebunan yang sudah mulai berusaha sebelum tahun 2007.
Kondisi inilah yang menyebabkan kesulitan bagi perusahaan mendapatkan lahan untuk perkebunan plasma karena perusahaan sudah menanami semua lahannya sebelum tahun 2007.
Dia juga mengatakan bahwa persoalan lahan, baik secara hukum maupun pemerintahan, merupakan tanggung jawab masing-masing bupati karena usulan sebuah perusahaan mendapat HGU berapa luasannya, berawal dari persetujuan yang dikeluarkan oleh bupati.
Sedangkan Dinas Perkebunan di tingkat provinsi memiliki tugas untuk menjalankan fungsi koordinasi dan bimbingan teknis agar perkebunan terus membaik dan memberikan kesejahteraan masyarakat. (*)
Tumpang Tindih Lahan di Kaltim Hambat Investasi
Jumat, 28 Maret 2014 13:49 WIB
Saat ini lahan sawit Kaltim sudah 1,002 juta hektare dan akan ditambah sebanyak 700 ribu ha hingga 2018. Untuk itu kami berharap pemerintah kabupaten teliti dalam meneribitkan izin perkebunan agar tidak terjadi tumpang tindih,"