Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustopa menegaskan penyelenggara pemilihan umum tetap mengikuti ketentuan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara RI Tahun 1945 dan perundang-undangan saat menghadapi kemungkinan pemilihan umum tertunda karena situasi darurat.
Menurut Saan, UUD Negara RI Tahun 1945 dan ketentuan perundang-undangan yang ada, khususnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, cukup menjadi pedoman dalam penyelenggaraan pemilu.
"Ya, nanti darurat kan agak susah, ya, agak bias nanti. Sudahlah, (tetap berpedoman pada) undang-undang yang terkait dengan pemilu, baik yang ada dalam Undang-Undang Dasar dan sebagainya. Ya, sudah kita ikuti sekarang," kata Saan kepada wartawan di Kompleks Parlemen MPR/DPR RI, Jakarta, Rabu.
Dia menambahkan wacana atau berbagai kemungkinan pemilu dapat tertunda sebaiknya tidak perlu dimunculkan ke publik, karena itu dapat menjadi isu yang liar.
"Jadi, nggak perlu kita mewacanakan terkait penundaan pemilu. Nanti isunya liar, apalagi misalnya nanti, oh, ada bencana, nanti macam-macam. Menurut saya, dalam situasi menjelang Pemilu 2024, walaupun misalnya untuk (pemilu) yang akan datang, jangan sampai nanti diinterpretasi lain," tegasnya.
Baca juga: Jokowi tahu sebutan "Pak Lurah" dan dijadikan tameng Pilpres 2024
Sementara itu, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, dalam pidatonya saat Sidang Tahunan MPR RI di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen MPR/DPR RI, Jakarta, Rabu, menyinggung pentingnya mendiskusikan kemungkinan pemilu tertunda karena situasi darurat.
"Yang menjadi persoalan adalah bagaimana sekiranya menjelang pemilihan umum terjadi sesuatu yang di luar dugaan kita bersama, seperti bencana alam yang dahsyat berskala besar, peperangan, pemberontakan, atau pandemi yang tidak segera dapat diatasi, atau keadaan darurat negara yang menyebabkan pelaksanaan pemilihan umum tidak dapat diselenggarakan sebagaimana mestinya, tepat pada waktunya, sesuai perintah konstitusi; maka secara hukum, tentunya tidak ada presiden dan/atau wakil presiden yang terpilih sebagai produk pemilu," kata Bambang Soesatyo.
Dalam situasi itu, lanjutnya, timbul pertanyaan siapa yang memiliki kewajiban hukum untuk mengatasi keadaan darurat tersebut.
Baca juga: Kesbangpol Kaltim ajak masyarakat cerdas tangkal hoax jelang pemilu
"Lembaga manakah yang berwenang menunda pelaksanaan pemilihan umum? Bagaimana pengaturan konstitusionalnya jika pemilihan umum tertunda? Sedangkan, masa jabatan presiden, wakil presiden, anggota-anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta para menteri anggota kabinet telah habis," katanya.
Dia menyatakan masalah itu belum ada jalan keluar konstitusional setelah amendemen UUD Negara RI Tahun 1945.
"Hal itu memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh dari kita semua sebagai warga bangsa. Di masa sebelum perubahan Undang-Undang Dasar 1945, MPR masih dapat menetapkan berbagai Ketetapan yang bersifat pengaturan, untuk melengkapi kevakuman pengaturan di dalam konstitusi kita. Apakah setelah perubahan Undang-Undang Dasar, MPR masih memiliki kewenangan untuk melahirkan ketetapan-ketetapan yang bersifat pengaturan? Hal ini penting untuk kita pikirkan dan diskusikan bersama, demi menjaga keselamatan dan keutuhan kita sebagai bangsa dan negara," ujar Bambang Soesatyo.
Baca juga: Bawaslu: Lima provinsi rawan politik uang pada Pemilu 2024