Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia menghukum perusahaan kelapa sawit PT Rafi Kamajaya Abadi untuk membayar denda senilai Rp920 miliar karena terbukti menyebabkan kebakaran lahan seluas 2.560 hektare di Kalimantan Barat (Kalbar).
Pada 3 Juli 2023 Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi perusahaan dengan menghukum membayar ganti rugi lingkungan hidup sebesar Rp188,97 miliar dan tindakan pemulihan lingkungan hidup senilai Rp731,03 miliar.
"Majelis hakim telah menerapkan in dubio pro natura dengan pertanggungjawaban mutlak (strict liability)," kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani di Jakarta, Selasa.
Rasio menuturkan kebakaran lahan seluas 2.560 hektare tersebut sangat berdampak terhadap kehidupan dan kesehatan masyarakat karena asap, kerusakan lahan, kehilangan biodiversitas, dan menghambat komitmen Indonesia dalam pencapaian agenda perubahan iklim, terkait penurunan emisi karbon.
PT Rafi Kamajaya Abadi, kata dia, adalah perusahaan penanaman modal asing dengan 95 persen saham didominasi oleh Malaysia.
Baca juga: Kemenkeu sebut regulasi dana bagi hasil sawit selesai awal Agustus "Putusan itu harus menjadi pembelajaran bahwa tindak tegas terhadap penanggung jawab atas kebakaran hutan dan lahan. Kami tidak akan berhenti menindak pelaku perusakan lingkungan hidup, termasuk kebakaran hutan dan lahan," ujar Rasio.
Pemerintah Indonesia terus memantau lokasi-lokasi yang terbakar melalui satelit penginderaan jauh. Berbagai instrumen penegakan hukum, kata dia, juga dipakai mulai dari penerapan sanksi administratif, penyelesaian sengketa termasuk gugatan perdata, hingga penegakan hukum pidana.
Rasio menegaskan penolakan permohonan kasasi yang dilakukan oleh Mahkamah Agung tersebut dapat memberikan pembelajaran kepada setiap penanggung jawab usaha maupun kegiatan untuk tidak melakukan pembakaran lahan dalam aktivitas pembukaan maupun pengolahan lahan.
"Saya sudah perintahkan kuasa hukum agar segera melakukan eksekusi putusan itu dan berkoordinasi dengan Ketua Pengadilan Negeri Sintang, termasuk menyiapkan langkah sita eksekusi atas aset-aset perusahaan agar proses eksekusi dapat segera dilaksanakan," ujar Rasio Ridho Sani.
Baca juga: Gubernur Kaltim: Industri sawit Indonesia tidak rusak lingkungan