Balikpapan (ANTARA Kaltim)- Pembangunan jalan layang sebagai penambahan ruas jalan baru disebutkan lebih efektif untuk mengatasi kemacetan yang mulai terjadi di Balikpapan.
"Membuat jalan layang juga lebih murah ketimbang menguruk pantai untuk membuat coastal road," kata Suharto, perwira pada Satuan Polisi Lalu Lintas Polresta Balikpapan.
Pemerintah Balikpapan sudah merencanakan selama 10 tahun terakhir untuk membangun jalan di sepanjang pantai dari Pelabuhan Semayang hingga Bandara Sepinggan sepanjang lebih kurang 10 km. Jalan itu kelak diharapkan bisa jadi pemecah arus dari kedua tempat tersebut.
Namun karena membangun di atas laut, dan diantaranya harus melakukan reklamasi, biaya coastal road sangat besar. Menurut Suharto, biaya membuat DED (detailed engineering design) atau rancangan detail pekerjaan saja sudah menghabiskan miliaran rupiah.
Berdasarkanm DED tersebut, proyek coastal road dihitung mencapai nilai Rp5 triliun. Pemkot membentuk konsorsium untuk mencari dan mengumpulkan dana guna mengerjakan proyek tersebut.
Perizinan menguruk laut juga harus dimintakan langsung dari Kementerian Lingkungan Hidup dengan rekomendasi dari beberapa kementerian lain.
"Jalan layang itu solusi yang lebih praktis, dan juga akan tetap bertahan lama. Jalan layang juga tidak akan mengganggu ekosistem pantai, berupa terumbu karang dan padang lamun di Teluk Balikpapan," tambah Suharto.
Suharto yang menjadi pengamat lalu lintas, menilai, penanganan kemacetan lalulintas di Banjarmasin sudah semakin mendesak. Pada ruas penting Kota Minyak, yaitu Jalan Jenderal Sudirman dimulai dari depan Kantor Imigrasi di barat hingga ke pertigaan Damai-Beruang Madu sepanjang lebih kurang 8 km, dipenuhi kendaraan hingga 6.000 unit per jam pada waktu sibuk di pagi hari, menjelang makan siang, dan pulang kerja di sore hari.
"Ruas jalan tersebut macet terus sehingga layanan jalan menurun hingga Kelas D sesuai Manual Jalan yang dikeluarkan Kementerian Perhubungan. Bila tak diambil tindakan segera, melewati jalan-jalan Balikpapan sudah tidak nyaman," kata Suharto lagi. (*)