Samarinda (ANTARA Kaltim) - Anggota Komisi II DPRD Kalimantan Timur, Sudarno, menegaskan PT Total E&P Indonesie harus segera mengatasi terjadinya semburan gas di salah satu lapangan Blok Mahakam di Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara.
"PT Total E&P Indonesie harus segera mengatasi hal itu, sebab jika tidak ditangani secara cepat dan tepat dampak yang ditimbulkan sangat luas, bukan hanya berbahaya bagi masyarakat sekitar tetapi juga dapat berdampak pada lingkungan," ungkap Sudarno, kepada wartawan di Samarinda, Rabu.
Politisi PDIP itu mengaku sudah melihat langsung kondisi di Blok Tuna, lokasi terjadinya semburan gas tersebut.
"Saya sudah melihat langsung kondisi di lapangan dan masih melihat gelembung air di sekitar rig tersebut. Bahkan, saya tidak melihat adanya rambu di sekitar kawasan itu padahal area yang tersembur gas sangat berbahaya. Saya saja yang sudah 28 tahun di Kaltim dan baru kali ini ke sana bisa masuk area yang sudah tercemar gas itu apalagi warga yang tinggal di sana," katanya.
Jika Total menilai area itu berbahaya, semestinya segera melakukan pengamanan optimal agar area tersebut steril sebab di kawasan itu diduga banyak mengandung gas, ungkap Sudarno.
Semburan gas di kawasan pengeboran minyak PT Total E&P Indonesie di sumur TN-C414 lapangan Tunu, Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara itu berlangsung sejak Jumat (8/11) sekitar pukul 23.45 Wita.
"Gas yang menyembur itu berasal dari `reservoir` atau suatu tempat terakumulasinya minyak dan gas bumi dangkal dengan tidak terindikasi adanya gas," ungkap Deputy Executiv Vice President East Kalimantan Manager Agus Suprijanto, di Samarinda, Rabu.
Saat ini, lanjut Agus Suprijanto, PT Total E&P Indonesie telah menempatkan personel pengamanan untuk mengamankan area radius dua kilometer dari rig tersebut.
"Kami telah menempatkan petugas keamanan untuk mengawasai area itu agar tidak dilintasi nelayan sebab kawasan tersebut memang berbahaya," kata Agus Suprijanto.
Dia juga mengaku terkejut karena anggota DPRD Kaltim Sudarno bersama sejumlah wartawan bisa memasuki area tersebut hingga pada jarak 100 meter dari lokasi rig.
"Padahal, daerah itu sangat berbahaya dan sudah ditetapkan bahwa radius dua kilometer dari rig tidak boleh dilintasi. Ini menjadi masukan kami dan akan segera menanyakan ke pihak keamanan," ungkap Agus Suprijanto. (*)