Jakarta (ANTARA) - Sejak akhir tahun lalu, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemkes) telah mengumumkan kebijakan baru dalam hal pemberian vaksin COVID-19 dengan memasukkan warga berusia di atas 60 tahun atau lanjut usia (lansia).
Vaksin kepada lansia ini menjadi kelompok ketiga dari target pemerintah sebagai penerima vaksin, setelah petugas kesehatan (health workers) dan petugas pelayanan publik (public workers). Baru selanjutnya, vaksinasi akan diberikan kepada masyarakat lainnya.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pada sebuah kesempatan merinci mereka terdiri atas 1,3 juta tenaga kesehatan (nakes) di seluruh Indonesia. Lalu kepada 17,4 juta petugas layanan publik, baru lansia sebanyak 21,5 juta orang.
Lampu hijau pemberian vaksin kepada lansia inipun dari pemerintah tepatnya pada 7 Februari lalu, setelah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan bahwa vaksin COVID-19 untuk lansia sudah mendapat izin penggunaan darurat (EUA) untuk lansia, dua hari sebelumnya.
Keesokan harinya, tepatnya pada 8 Februari 2021, pemerintah secara resmi telah memulai vaksinasi COVID-19 untuk lansia.
Lansia pertama yang mendapatkan vaksin adalah mereka para nakes. Setelah itu, para lansia pada profesi lainnya. Fokus sasaran adalah para lansia di 33 ibu kota provinsi di Indonesia, termasuk di DKI Jakarta.
Vaksinasi lansia di Jakarta dimulai dua hari setelah Wakil Presiden Ma’ruf Amin yang berusia 77 tahun mendapatkan giliran vaksinasi pada 17 Februari 2021.
Persoalannya adalah muluskah rencana ini? Mengingat program vaksin di era pandemi kepada para lansia ini, boleh jadi adalah pertama kali dilakukan di Indonesia, bahkan dunia.
Tentu, dengan tiadanya pengalaman sebelumnya itu, menimbulkan banyak pertanyaan di benak publik. Misalnya, bagaimana kesiapan sumber daya manusia (SDM), baik tenaga kesehatan maupun kesiapan prasarana dan sarana? Bagaimana pengaturannya terkait dengan pendataan dan proses teknisnya di lapangan?
Termasuk pertanyaan lain yang muncul kemudian ketika ditemui adanya sebuah hambatan dan lainnya.
Amankah?
Pertanyaan mendasar pertama adalah, amankah vaksin ini terhadap lansia?
Ketika pemerintah memutuskan memasukkan kelompok lansia sebagai prioritas ketiga untuk divaksin dalam rangka mencapai tujuan besar kekebalan kelompok, memang belum ada uji klinis III pada kelompok lansia di Indonesia, tetapi di negara lain seperti di China dan Brasil, sudah dilakukan.
Bahkan, di beberapa negara lainnya, sudah ada laporan lansia berusia 80 tahun yang divaksin dan mereka tak mengalami efek samping serius. Artinya aman.
BPOM ketika memberikan persetujuan resmi pada 7 Februari lalu terhadap vaksin buatan Sinovac, CoronaVac sebagai vaksin yang dapat diberikan bagi lansia di atas 60 tahun, sudah merinci alasannya.
Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan, pihaknya sudah melakukan pemeriksaan data uji klinis yang dilakukan di dua negara, yaitu Brazil dan China. Selain itu, lansia merupakan usia yang rentan dari risiko berat dari COVID-19.
Kelompok lansia adalah kelompok sangat rentan terhadap virus COVID-19 karena angka kematiannya 47,3 persen dari angka kematian akibat COVID-19.
Karena itu, CoronaVac diharapkan mampu menurunkan risiko kematian bagi lansia serta mengurangi pertambahan angka infeksi di masa yang akan datang.
Berdasarkan hasil uji klinik baik di China maupun Brazil, vaksin CoronaVac terbukti efektif serta tidak memiliki risiko kematian.
Terbukti, hasil uji klinis fase pertama dan kedua di China dengan subjek lansia sekitar 400 orang dengan dua dosis vaksin berjarak 28 hari menunjukkan hasil "imunogenisitas" baik, yakni terjadinya peningkatan kadar antibodi setelah 28 hari pemberian dosis kedua adalah 97,6 persen.
Uji klinis di Brazil terhadap 600 orang lansia dengan kelompok umur di atas 60 tahun juga menunjukkan hasil yang meyakinkan berupa tak ada efek samping berupa kematian sehingga vaksin CoronaVac dianggap bisa memberikan solusi bagi para lansia.
Meski demikian, berdasarkan data hasil uji klinis di Brazil, vaksin CoronaVac menimbulkan gejala ringan bagi 1,1 persen dari jumlah pasien yang menjadi subjek. Adapun efek samping ringan yang dimaksud adalah mual, demam, kulit memerah nyeri hingga sakit kepala.
Meski di atas kertas, hasil uji klinis vaksin CoronaVac aman di Brasil dan China, tetap saja diperlukan kehati-hatian dalam pelaksanaannya.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Reisa Broto Asmoro ketika awal vaksin lansia mulai dilakukan 8 Februari lalu mengatakan bahwa pemberian vaksin COVID-19 kepada para lansia ini harus dilakukan secara hati-hati.
Hal itu karena para lansia cenderung memiliki berbagai penyakit penyerta atau komorbid.
Ia pun menekankan, pentingnya proses seleksi (screening) terhadap para lansia sebelum menerima suntikan vaksin COVID-19 ini.
Pesan kehatian-hatian itu tidak hanya kepada petugas pemberi vaksin di lapangan, tetapi juga kepada dokter yang memberikan konsultasi kepada nakes lansia bahwa protokol kesehatan seleksi tersebut sangat kritis sebelum ada keputusan untuk diberikan vaksinasi atau tidak.
Antusias tinggi
Informasi yang diterima publik terkait vaksin lansia ini sangat masif diberitakan oleh media massa sehingga hal ini menimbulkan antusias tersendiri.
Publik di Ibu Kota, dengan paparan informasi terbilang paling dekat dengan pusat pemerintahan, tentu saja, mendapatkan informasi pertama terkait dengan vaksin bagi lansia ini.
Hal itu menimbulkan sikap antusias untuk mendapatkan vaksin COVID-19 sesegera mungkin. Tak ayal hal ini, menimbulkan dampak berupa, semangat di luar kendali.
Di Jakarta Barat contohnya, pada Minggu 21 Februari 2021, mereka rela antre di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kembangan, Jakarta Barat. Berita dan foto mereka mengantre sempat viral di media sosial saat itu.
Tentu, hal itu sangat disayangkan karena dikhawatirkan, kerumunan berupa antrean itu menimbulkan potensi penularan COVID-19 sehingga publik pun protes keras terhadap peristiwa itu.
Pihak RSUD Kembangan memang mengakui hal itu antara lain terjadi karena para lansia itu tidak mampu memanfaatkan perangkat telepon seluler (ponsel) untuk melakukan pendaftaran melalui situs atau laman resmi Kementerian Kesehatan yaitu www.kemkes.go.id dan sehatnegeriku.kemkes.go.id serta situs resmi Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) di situs yang dikelola Satgas COVID-19.
Di ketiga situs resmi tersebut tersedia tautan (link) yang dapat diklik oleh sasaran vaksinasi masyarakat lanjut usia dan di dalamnya terdapat sejumlah pertanyaan yang harus diisi.
Namun mereka memilih datang langsung tanpa mendaftar lebih dulu sehingga antrean terjadi.
Kerumunan para lansia saat mengantre ini pada sisi lain, bisa dinilai bahwa para lansia ini ingin sekali mendapatkan vaksin karena mereka percaya bahwa itulah salah satu cara agar segera terbebas dari pandemi COVID-19. Jika mereka kebal dan terjadi kekebalan dengan sedikitnya 70 persen populasi, maka mereka berkeyakinan pandemi juga segera berakhir.
Karena itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria, segera melakukan evaluasi dan koreksi agar hal serupa tidak perlu terjadi lagi.
Memang setelah peristiwa itu, muncul aneka gagasan kreatif di lapangan terkait dengan teknis pelaksanaan vaksin bagi lansia ini. Misalnya di Jakarta Utara pada vaksin berikutnya sudah mengoptimalkan peran ketua Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) agar membantu proses pendataan sekaligus pendaftarannya.
Hal itu sangat strategis karena sebenarnya yang paling tahu kondisi warga lansia di suatu wilayah, terkait jumlah dan kondisinya adalah para RT dan RW itu.
Tak hanya itu, agar pelayanan kepada para lansia ini lebih manusiawi, maka muncul ide seperti pemanfaatan layanan vaksin tanpa turun dari kendaraan (lantatur) atau "drive thru".
Temuan Ombudsman
Namun tak hanya sampai di situ. Ternyata antusias para lansia yang tinggi itu tak dibarengi dengan kesiapan prasarana dari Kemkes saat awal vaksin lansia mulai digelar di Jakarta.
Ketua Ombudsman Jakarta Raya Teguh Nugroho menyarankan warga lanjut usia mendaftar vaksinasi COVID-19 melalui Ketua RT/RW saja karena pendaftaran daring melalui situs Kemkes, masih bermasalah.
Teguh mengakui banyak menerima keluhan para lansia tidak bisa menerima vaksin setelah mendaftar daring lewat situs Kemenkes. Permasalahan itu terjadi karena awalnya pemerintah pusat menginginkan proses vaksinasi ini menggunakan data dari Kemenkes langsung.
Masalahnya, hal itu terjadi karena data di Kemenkes ini belum terbentuk per wilayah (klastering) karena diambil dari berbagai sumber. Sedangkan proses vaksinasinya sudah menggunakan pendekatan klaster.
Kemenkes mengambil data dari sistem administrasi kependudukan, BPJS, JKS dan data lainnya yang digabungkan ke situs Peduli Lindungi.
Masalahnya, data tersebut belum terintegrasi sampai ke Puskesmas hingga fasilitas kesehatan yang melaksanakan vaksinasi.
Yang terjadi saat itu, sangat banyak lansia yang sudah daftar daring melalui situs Kemenkes ditolak setelah mau vaksin di Puskesmas atau faskes.
Karena itu Teguh menilai Kemenkes terlihat belum siap melaksanakan vaksinasi karena pendataannya perlu diperbaiki.
Padahal proses vaksinasi Covid-19 ini sangat berkejaran dengan waktu. Bukankah pemerintah menargetkan terjadi kekebalan kelompok pada 2022?
Bukankah sifat imunitas vaksin juga dibatasi oleh waktu? Kalau target waktu tidak terkejar, maka bisa sia-sia uang besar yang dianggarkan untuk beli vaksin itu.
Mulai berbenah
Memasuki pekan kedua Maret 2021, upaya perbaikan terhadap layanan vaksin bagi lansia di Ibu Kota, sudah dibenahi di sana-sini.
Satu hal yang menggembirakan adalah pengakuan mereka yang sudah mendapatkan vaksin adalah ternyata belum ada keluhan berarti setelah mereka menerima vaksin tahap pertama.
Paling tidak, itu diakui oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria bahwa hingga Selasa malam, 23 Februari belum ada laporan keluhan terkait dampak vaksinasi COVID-19 dari lansia yang belum beberapa lama ini sudah mulai divaksin.
Selain itu, terdapat sejumlah pihak yang meminta untuk memprioritaskan para lansia dalam vaksinasi COVID-19. Selain itu, pihak tersebut juga meminta agar pemberian lansia dapat dipisahkan dengan yang lainnya.
Sementara itu, Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta menyebutkan sejumlah daftar sementara fasilitas kesehatan yang dijadikan tempat vaksinasi COVID-19 untuk mereka.
Data Dinkes DKI Jakarta menyebutkan, vaksinasi tersebar di lima kota administrasi. Tak hanya itu, hampir semu Dinkes di lima kota administrasi itu mulai melaporkan data rinci tentang target lansia yang akan divaksin berikut dengan pengaturan terkait tempat dan jam pelaksanaan vaksinnya agar tidak terjadi antrean lagi.
Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara Yudi Dimyati menyatakan sebanyak 4.500 warga lanjut usia (lansia) siap mengikuti vaksinasi COVID-19 di Jakarta Utara.
Pencanangan vaksin lansia di Jakarta Utara saat itu dilakukan di dua rumah sakit yakni yakni Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tugu Koja dan RSUD Tanjung Priok pada Sabtu (20/2) dan Minggu (21/2).
Kedua RSUD itu hanya memberikan kepada 100 orang lansia, yang dibagi untuk 50 lansia per hari. Selanjutnya pada Senin (22/2), vaksinasi untuk lansia dilakukan secara masif untuk enam Puskesmas tingkat kecamatan dan empat RSUD di Jakarta Utara.
Dengan demikian, terdapat total 10 fasilitas kesehatan, dengan pembagian 450 lansia untuk setiap faskes selama kurang dari sepekan.
Pengaturan yang rapi dan manusiawi dalam pelaksanaan vaksin bagi lansia ini agaknya memang harus mendapatkan perhatian lebih.
Mereka memang mendapatkan kesempatan yang sama, hanya saja dalam prosesnya memang harus registrasi. Pun, ketika dalam prosesnya, jarak lokasi vaksinasi harus diatur sedemikian rupa agar tidak menunggu terlalu lama.
"Jadi, memang harus ada perlakuan yang berbeda terhadap lansia, namanya orang tua kita, kakek-nenek kita, diatur supaya jaraknya dekat dengan rumah, kemudian jangan sampai menunggu terlalu lama dan sebagainya," kata Ahmad Riza Patria.
Pendataran vaksinasi memang sudah diatur oleh pemerintah pusat sedemikian rupa yang dielaborasi dengan data dari Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo), BPJS, Telkom dan sebagainya.
"Jadi sudah diatur, integrasi datanya InsyaAllah semakin hari semakin baik," ucap Riza.
Data Dinkes Jakarta menyebutkan, vaksinasi lansia dilakukan oleh 1.648 petugas di 511 fasilitas kesehatan baik RS maupun Puskesmas dan direncanakan akan ditambah faskes dari RS swasta yang terlibat dengan jumlah penyuntikan 19.741 orang per hari.
Jangan ragu
Melihat perkembangan di atas, agaknya semua bersepakat, terutama mereka para lansia ini khususnya di Tanah Air agar tak ragu untuk menerima vaksinasi COVID-19 berdasarkan sejumlah alasan penting.
Seperti disampaikan Ketua Tim Advokasi Vaksinasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Iris Renganis bahwa ada beberapa alasan mengapa lansia Indonesia tak perlu ragu untuk divaksin.
Pertama, tingginya angka kematian Covid-19 kelompok lansia. Data Gugus Tugas Indonesia menyebutkan, 10,7 persen kasus terkonfirmasi positif COVID-19 menyerang kalangan lansia di atas 60 tahun, bahkan kelompok usia ini mencatat 48,8 persen kasus meninggal dunia akibat COVID-19.
Hal itu membuat kasus pasien meninggal dunia akibat COVID-19 pada kelompok lansia adalah yang terbesar dibandingkan kelompok lainnya. Dari total 37.154 pasien COVID-19 yang meninggal dunia di Indonesia hingga 6 Maret 2021, sebanyak 18.131 di antaranya adalah lansia.
"Seharusnya, tidak perlu ada keraguan untuk menerima vaksinasi yang memang telah tersedia untuk warga lansia, kecuali mereka yang saat ini sedang sakit atau jika mereka pernah menderita COVID-19 sebelumnya atau memang tidak bisa menerima vaksin karena kondisi medis," ujarnya.
Kedua, vaksin sudah lulus uji klinik. Vaksinasi bagi lansia ini merupakan tindak lanjut dari dikeluarkannya izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) dari BPOM terhadap vaksin tersebut sehingga ini aman untuk lansia di Indonesia yang berjumlah 28,7 juta jiwa atau 10,6 persen dari jumlah penduduk. Namun, untuk tahap ini, hanya 21,5 juta jiwa yang ditargetkan sebagai penerima.
Ketiga, tidak ada efek samping serius. Sekali lagi, Prof Iris menegaskan bahwa sampai saat ini tidak ada efek samping serius maupun kematian yang dilaporkan, jadi masyarakat tidak perlu khawatir.
Bahkan, efek samping dari vaksin COVID-19 sebenarnya hampir sama dengan vaksin lainnya. Efek samping yang terjadi hanyalah bersifat kategori ringan hingga sedang. Efek lokal bisa terjadi seperti kemerahan, bengkak, nyeri di daerah suntikan.
Sementara, efek sistemik bisa berupa demam, sakit kepala, pusing, mual, muntah dan diare. Kecuali, jika mengalami efek samping itu berhari-hari setelahnya maka harus segera lapor ke petugas medis terdekat.
Keempat, upaya mencapai kekebalan kelompok. Semua negara menginginkan ini. Jika sudah tercapai, maka harapannya pandemi bisa hilang, seperti penyakit cacar.
Kelima, menekan risiko bergejala berat dan kematian. Sebagaimana dipahami, vaksin COVID-19 yang ada saat ini berdasarkan hasil penelitian atau hasil uji, dinyatakan dapat membantu menekan risiko orang dengan penyakit komorbid mengalami gejala atau keluhan-keluhan berat dan ini akan menekan risiko kematian juga.
Terakhir, sebagai sebuah kesimpulan, meski vaksin sudah diterima oleh para lansia, tetapi jangan lupa upaya 5M tetap harus dijalankan.
Protokol kesehatan 5M adalah mencuci tangan dengan sabun, memakai masker yang benar, menjaga jarak aman minimal 1,5 meter, membatasi mobilitas di tempat umum dan menjauhi kerumunan atau keramaian.
Mengapa? Karena semua masih berproses, jalan masih panjang. Siap?