Samarinda (ANTARA News Kaltim) - Rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi I DPRD Kaltim dengan jajaran Polres Kutai Kartanegara, Senin (24/9), sepakat mencari jalan keluar soal adat Dayak Benuaq, Tunjung dan Bentian Kukar, sehingga di satu sisi tradisi dan budaya masyarakat dapat tetap dilestarikan, namun di sisi yang lain, hukum bisa ditegakkan.
"Kami sepakat mencari jalan keluar terbaik yang dapat diterima masyarakat adat. Sedangkan polisi juga tetap bisa melaksanakan tugas mereka sebagai aparat penegak hukum," kata Komisi I, Sudarno, usai memimpin RDP dengan jajaran Polres Kutai Kartanegara.
Sebelumnya pada, Senin (24/9) pagi, Komisi I melakukan pertemuan dengan masyarakat adat Dayak Benuaq. Rapat bersepakat, Adat Ngugoh Tahun dan Kwangkay bagi masyarakat adat Dayak Benuaq, Tunjung dan Bentian, adalah tradisi dan budaya lokal Kutai Kartanegara yang tetap harus dipelihara, dilindungi dan dilestarikan.
Disepakati pula, bahwa upacara Adat Botor Buyang adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan ritual adat Ngugoh Tahun dan Kwangkay masyarakat adat Dayak Benuaq, Tunjung dan Bentian, Kukar. Kegiatan adat tetap berjalan sebagaimana biasanya, sambil menunggu terbitnya Peraturan Daerah terkait hal tersebut.
Masyarakat Adat Dayak Benuaq, Tunjung dan Bentian juga sepakat kegiatan Ngugoh Tahun, Kwangkay dan Botor Buyang tidak diselenggarakan pada hari-hari besar keagamaan.
Selain itu, Pemkab Kutai Kartanegara, masyarakat Adat Dayak setempat dan pihak Kepolisian perlu membuat kesepakatan bersama dalam bentuk nota kesepahaman.
"Untuk mendapatkan kesepakatan bersama, setelah ini akan kami agendakan pertemuan dengan seluruh pihak terkait yang mempunyai kapasitas dan peran dalam penyelesaian masalah ini," kata Sudarno.
Komisi I DPRD Kaltim juga akan menginisiasi Perda tentang masyarakat adat, hukum adat, hutan adat dan tanah adat. Dewan mendorong Pemprov Kaltim dan Pemkab Kukar untuk melindungi adat istiadat setempat.
"Karena adat istiadat ini merupakan warisan budaya leluhur yang harus tetap lestari sampai kapan pun," kata Wakil Ketua Komisi I, Pdt Yefta Berto.
Sedangkan anggota Komisi I , Saifuddin DJ mengatakan, pada dasarnya persoalan masyarakat adat dan polisi menyangkut mana yang boleh dan mana yang tidak boleh.
"Kalau menyangkut upacara adat, tentu jangan ada pembatasan, tapi kalau ada ritual-ritual yang dianggap melanggar hukum, pasti perlu diatur. Kendati demikian polisi tetap harus mengedepankan cara-cara yang baik," kata Saifuddin.
Sementara Kapolres Kukar, AKBP I Gusti Kade Budhi Harryarsana yang hadir dalam pertemuan mengatakan, polisi sebelumnya telah melaksanakan langkah-langkah persuasif lebih dulu dalam menangani persoalan adat. Sebagai aparat penegak hukum, polisi mengharapkan ada jalan keluar terbaik dari persoalan tersebut, sehingga tidak ada benturan dengan masyarakat adat.
"Bersama Pemkab dan DPRD Kukar, kami sudah melaksanakan rapat dengar pendapat membahas soal ini. Sekarang dengan DPRD Provinsi. Apapun yang menjadi keputusan nanti, kami akan junjung dan jalankan," kata Budhi Harryarsana. (adv/lia/mir)