Penajam (ANTARA) - Perencanaan kawasan konservasi mangrove yang di dalamnya terdapat populasi bekantan serta perimata lain di Sungai Tunan, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kaltim, akan terintegrasi dengan kawasan lain mulai dari Penajam, Babulu, hingga Sepaku.
"Kawasan yang sekarang masih proses pengusulan konservasi ini ada di DAS Sungai Tunan, Kecamatan Waru, tapi dalam perencanaanya akan terintegrasi dengan kawasan lain," ujar Penanggungjawab Program Pembangunan Pemberdayaan Kelurahan dan Perdesaan Mandiri (P2KPM) Kabupaten PPU Sunarto Sastrowardojo di Penajam, Selasa.
Pengembangannya akan dilakukan setelah pihaknya bersama tim memperoleh data teknis dari peneliti.
Berangkat dari data teknis itu, maka integrasinya adalah ke kawasan sejenis di Penajam yang meliputi Lawe Lawe dan Tanjung Tengah, kemudian Api-Api, Babulu, hingga Kecamatan Sepaku.
Ia mengatakan, konservasi alam dan keanekaragaman hayati di PPU memang menjadi prioritas karena pihaknya ingin menjaga alam tetap lestari dan memberikan manfaat bagi masyarakat luas.
Menurut Sunarto, slogan ekologi dan ekonomi bisa berdampingan, hingga saat ini masih merupakan slogan yang manis-manis sepet, sehingga slogan ini ia upayakan menjadi realita.
Sunarto yang juga Ahli Madya Perencanaan Wilayah itu melanjutkan, Kabupaten PPU harus segera mengintegrasikan konsep perencanaan, lingkungan hidup, pendidikan, korporasi, pemberdayaan, hingga sektor pariwisata.
"Menurut hemat saya, kepedulian lingkungan dan merawat alam hanya akan bisa berkesinambungan jika menimbulkan dampak positif dari sisi ekonomi masyarakat, sehingga masyarakat sekitar harus dilibatkan dalam pengelolaan amenitas wisata," katanya.
Ia melanjutkan, Kabupaten PPU telah memiliki Perda Nomor 24/2012 tentang Lingkungan Hidup dan Konservasi, termasuk Perbup Nomor 9/2017, sehingga pihaknya kini konsentrasi pada usulan Surat Keputusan penetapan kawasan spesifik dan endemik flora dan fauna seperti mangrove dan bekantan.
"Hal ini sangat penting karena populasi primata mengalami penurunan drastis jika dibandingkan dengan kondisi tahun 2010. Penurunan populasi bekantan di Sungai Tunan yang diperkirakan tinggal ratusan ekor terjadi akibat eksploitasi DAS," kata Narto.
Dilanjutkannya, perlakuan yang tidak disadari oleh kelompok orang juga merupakan faktor perusak habitat bekantan, seperti adanya kelompok masyarakat yang rutin memberi makan bekantan, padahal ini justru akan merusak perilaku primata dan mendorong potensi konflik dengan manusia.
"Program P2KPM yang akan dibantu oleh ahli biologi dan ahli sungai terus mendorong adanya penetapam kawasan konservasi, kemudian kawasan itu juga menjadi wahana edukasi. Insyaallah dengan dukungan banyak pihak, kami akan mewujudkan rumah literasi mangrove dan bekantan," ucapnya.