Kutai Kartanegara (ANTARA) - Danau Semayang di Desa Pela, Kecamatan Kota Bangun, Kabupaten Kartanegara, Kalimantan Timur, sangat identik dengan biodiversitas, terutama endemik Pesut Mahakam, sejenis lumba-lumba yang hidup di air tawar, tepatnya di Sungai Mahakam dan daerah aliran sungainya.
Sayangnya, wisatawan yang berkunjung ke Danau Semayang lebih banyak beranggapan bahwa Pesut Mahakam sebagai objek yang harus dilihat, sehingga mereka harus melihat kemunculan lumba-lumba air tawar itu ke permukaan air ketika berkunjung ke Danau Semayang.
Asyik memang ketika ke kawasan itu kemudian melihat Pesut Mahakam, asalkan untuk memenuhi keinginan tersebut tidak lantas melakukan berbagai cara agar pesut muncul atau melakukan eksploitasi ekosistem, namun harus berharap kemunculan pesut secara alami seperti saat bermain atau lagi berburu ikan.
Desa Pela telah diresmikan menjadi desa wisata sejak 2017 atas bantuan dari Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) desa setempat.
Desa yang berada di bibir Danau Semayang ini juga sering disebut sebagai desa wisata ikonik pelestarian pesut, untuk pariwisata dalam upaya menarik minat wisatawan lokal maupun mancanegara.
"Sangat disayangkan bila kita menjual nama pesut sebagai ikonik dari desa dan objek pariwisata, tapi kita kurang memperhatikan habitat pesut itu sendiri," tutur Fitriyani Sinaga dari Universitas Mulawarman, setelah melakukan pengamatan sosial masyarakat, ekositem dan pengumpulan data biodiversitas di Danau Semayang untuk sebuah riset ekologinya.
Ia dan tim melakukan riset di Desa Pela dan Danau Semayang selama tiga hari pada 14-16 Agutus ini. Selain pengumpulan data, ia yang tergabung dalam industri kreatif di Samarinda, Kaltim, dengan nama Borneo Corner yang digagas oleh empat kreator, yakni Fitriyani Sinaga, Abdul Basir, Fikri, dan Yustinus.
Dalam kesempatan ini, tim sekaligus melakukan pembuatan video klip untuk salah seorang penyanyi yang lirik lagunya mengangkat keindahan Desa Wisata Pela, sehingga tim juga menjajaki beberapa titik untuk keperluan salah satu konten Youtobe Borneo Corner.
"Pesut bukan objek wisata, jika kita masih ingin melihat pesut, maka kita harus melindungi, mempertahankan, dan menjaga ekosistem habitat pesut agar mereka bisa berkembangbiak dengan aman, tidak terganggu dengan ulah manusia," ucap dia.
Pesut Mahakam (orcaella brevirostris) termasuk dalam ordo Cetacea dan famili Delphinidae. Saat ini, pesut di sekitar Sungai Mahakam dan pesisir wilayah Kaltim memiliki semacam kelompok atau terpisah teritorialnya.
Selain di Sungai Mahakam, pesut juga masih bisa dijumpai di perairan sekitar Mahakam seperti Danau Melintang, Danau Semayang, dan Sungai Pela. Bahkan di Teluk Balikpapan juga masih terlihat pesut.
Sungai Pela berdekatan dengan Danau Semayang sehingga ia dapat melakukan pengamatan di dua tempat sekaligus, bahkan Fitriyani juga bisa melakukan riset sambil membuat video klip sekaligus konten youtube.
Dalam kurun tiga hari melakukan riset di Pela dan Danau Semayang itu, Fitri merupakan satu-satunya orang yang beruntung karena dapat melihat pesut di antara 10 orang kawannya yang berkesempatan mengunjungi dua tempat tersebut.
Keberuntungan melihat kemunculan pesut di Danau Semayang itu merupakan kebanggaan baginya karena menurut Alimin, Ketua Pokdarwis 3B (Bekayuh, Beimbai, Beadat) Desa Pela, sudah tiga bulan terakhir pesut tidak muncul di Pela.
Alimin juga mengatakan bahwa Danau Semayang selain merupakan habitat pesut, danau tersebut sekaligus dijadikan semacam klinik bersalin bagi pesut untuk melahirkan, bahkan juga sebagai tempat bermainnya anak anak pesut.
Ragukan Habitat Pesut
Hari pertama kedatangan Fitri ke Danau Semayang, ia sempat meragukan bahwa Danau Semayang merupakan habitat pesut karena hingga menjelang senja di danau itu, ia dan teman-temannya tidak melihat kemunculan pesut, sehingga ia sempat berpikir bahwa pesut di danau itu telah punah.
"Sudah punahkah pak, Pesut Mahakam di Danau Semayang ini, kok gak muncul-muncul," tanya dia kepada Alimin yang memandu perjalanan mereka ke danau itu pada hari pertama. Sementara yang ditanya hanya menjawab singkat. "Sabar, masih ada hari esok"
Berdasarkan literasi yang ia dapat dari Yayasan RASI (Rare Aquatic Species of Indonesia), dilaporkan ada 50 individu pesut di kawasan itu. Dalam penelitian, jumlah Pesut Mahakam pernah mencapai 100 individu.
Namun karena habitatnya terancam akibat tambang batu bara dan perkebunan sawit sehingga keberadaan pesut semakin langka. Bahkan dalam penelitian terakhir dilaporkan bahwa jumlah pesut dewasa hanya di bawah 50 individu.
Menipisnya individu pesut ini segaris dengan penghasilan nelayan di sekitar Desa Pela seperti Danau Melintang dan Danau Semayang, karena jika pesut muncul biasanya menjadi isyarat akan banyaknya ikan di sungai mengingat ikan-ikan tersebut menjadi makanan pesut.
Informasi terakhir dari penelitian Yayasan RASI dan Balitbang, terjadi penurunan populasi pesut disebabkan oleh ancaman dan gangguan.
Ancamman dan gangguan itu meliputi tercemarnya sungai yang menjadi habitat pesut akibat aktivitas tambang, penangkapan ikan secara besar-besaran, teknik penangkapan ikan yang kurang efektif dan mengganggu kehidupan pesut hingga habitatnya.
Pesut terkadang terperangkap dalam jaring, kemudian penggunaan racun dan listrik dalam menangkap ikan, perusakan hutan (deforestation), lalu lintas air, polusi suara dari speed boat, termasuk adanya penangkapan pesut penangkaran.
Tercatatat sejak 2004, status pesut dalam daftar Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora, pesut juga masuk ke dalam "Redlist".
Ragam Hayati
Menurut Fitri, Desa Pela mewakili tipe ekosistem rawa, hutan gambut, dan padang rumput saat Danau Semayang surut, sehingga memiliki potensi perikanan sangat besar. Hampir 85 persen penduduk setempat adalah nelayan dan sangat tergantung pada kelestarian sungai dan danau.
Sedangkan Sungai Mahakam bagian tengah memiliki ekosistem rawa air tawar dan rawa gambut. Di sini sudah ada beberapa kanal yang dibuat masyarakat untuk kegiatan transportasi kayu, penangkapan ikan, dan perladangan.
Telah terdata dalam pengamatan, sedikitnya ada 63 jenis tumbuhan, 13 jenis burung, 14 jenis ikan, 12 jenis mamalia, 11 jenis reptil, dan 3 jenis amfibi ada di kawasan ini.
Beberapa spesies penting dan terancam punah juga ditemukan seperti udang, pesut, bekantan, buaya siam, dan lutung.
Sementara tumbuhan yang mendukung ekosistem di Pela dan Danau Semayang antara lain mangga, bambo, sejumlah tumbuhan lokal seperti kademba, putat, prupuk, nipah, dan sejumlah vegetasi mangrove.
Mengenal lebih dekat Desa Pela bukan hanya tentang pesut, tetapi kini ada Taman Noh dengan flora faunanya yang indah. Taman Noh terletak di antara bibir Danau Semayang dan Desa Pela.
Untuk memudahkan pengunjung menikmati suasana Pela-Semayang, kini telah dibangun jembatan ulin yang menghubungkan Desa Pela menuju Taman Noh. Di Taman Noh, pengunjung dapat melihat jingga di Semayang saat senja dan melihat fajar di esok paginya.
"Keindahan danau dan langit sangat memukau dinikmati dari Taman Noh. Pemandangan ini akan lengkap jika terlihat kemunculan pesut. Untuk itu, jangan ganggu dan jangan rusak habitat pesut. Jangan jadikan pesut sebagai objek, namun harus dilestarikan," ucap Fitri.