Balikpapan (Antaranews Kaltim) - Para aktivis lingkungan meminta jajaran kepolisian bekerja cepat untuk menemukan pihak yang bertanggung jawab atas peristiwa tumpahan minyak di perairan laut Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur, Sabtu (31/3).
"Dan jangan takut untuk mengungkapkan siapa saja yang terlibat," tegas Manager Advokasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Timur Topan Wamustofa Hamzah di Balikpapan, Senin.
Pernyataan serupa disampaikan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sikap, Ebin Marwi. Selain populer dalam mengadvokasi kasus-kasus hukum yang menimpa warga miskin, LBH Sikap juga dikenal vokal menyuarakan kasus lingkungan.
Menurut Ebin, Pemerintah Kota Balikpapan melalui Dinas Lingkungan Hidup dan aparat kepolisian bertanggung jawab untuk memberi informasi yang benar dan melakukan penegakan hukum atas kasus ini.
"Tidak kalah penting juga segera melakukan upaya mengurangi area terdampak dan pemulihan lingkungan hidup," timpal Hamzah.
Sampai hari ketiga peristiwa tumpahan minyak itu, selain bantahan Pertamina bahwa minyak yang tumpah bukan dari kegiatan atau fasilitas mereka, belum ada penjelasan resmi lagi, termasuk dari pihak kepolisian yang sangat diharapkan bisa cepat mengungkapkan kasusnya.
Baca juga: Dampak tumpahan minyak, Pemkot Balikpapan tetapkan kondisi darurat
Baca juga: Aktivis bentuk koalisi lawan pencemar lingkungan Teluk Balikpapan
Saat dihubungi pada kesempatan sebelumnya, Kepala Bidang Humas Polda Kaltim Komisaris Besar Polisi Ade Yaya Suryana menjelaskan bahwa polisi memerlukan kehati-hatian dalam menangani kasus ini, mengingat kasus ini memerlukan hal-hal yang sangat teknis, seperti penelitian sampel minyak pencemar dan menelitinya di laboratorium.
Pemerintah Kota Balikpapan menyatakan untuk sementara fokus pada penanganan dampak, dalam hal ini membersihkan laut dan lingkungan. Bau minyak seperti bau solar masih mengungkung permukiman seperti Kampung Atas Air Margasari di Kelurahan Baru Tengah.
Pada sisi lain, menurut catatan Walhi, belum pernah ada kasus pencemaran lingkungan di Balikpapan dalam tiga tahun terakhir yang sampai ke pengadilan dan ada pihak yang bertanggung jawab serta dijatuhi hukuman.
"Ada kasus pembuangan kaporit di Sungai Damai, Pantai Kemala tercemar limbah medis, di antaranya jarum suntik, di bagian utara ada perusakan mangrove dan penutupan anak sungai, pembabatan hutan kota, dan sekarang minyak," kata Hamzah.
Ia pun menilai dalam setiap kasus itu, DLH Balikpapan justru tampak berperan seperti humas perusahaan dan bukannya membela lingkungan dengan meminta pertanggungjawaban dari pelaku pencemaran.
Ebin juga berharap masyarakat Kota Balikpapan bisa terlibat aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup di Kota Balikpapan dengan melakukan pemantauan setiap perkembangan penegakan hukum penanganan pencemaran laut yang terjadi.
"Tidak hanya menunggu musibah-musibah besar kemudian secara reaksioner menghujat perusahaan, pemerintah dan aparat kepolisian," kata Ebin.
Ia menjelaskan, secara hukum masyarakat memiliki hak untuk mengajukan gugatan baik pidana maupun perdata atau dengan penyelesaian non-litigasi untuk menuntut ganti rugi.
Hak gugat masyarakat ini dapat dilakukan dalam bentuk gugatan class action yang telah diatur dalam Pasal 91, gugatan perdata Pasal 87, dan gugatan yang dilakukan oleh organisasi lingkungan hidup Pasal 92 UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. (*)
Baca juga: Dampak tumpahan BBM, warga pesisir Penajam muntah dan pusing
Baca juga: Pesut ditemukan mati di perairan tercemar minyak