Balikpapan (ANTARA Kaltim) – Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak menjadi salah satu pembicara pada pembekalan peserta Rapat Pimpinan (Rapim) Jajaran Komando Daerah Militer VI Mulawarman (Kodam VI/MLW) yang berlangsung di Aula Makodam VI/MLW) di Balikpapan, Rabu, (8/2).
Dalam kesempatan itu, Awang Faroek memaparkan tentang empat pilar kebangsaan Indonesia yang hingga kini terus dipertahankan dan mampu menjaga keutuhan bangsa untuk tetap bersatu dan terhindar dari disintegrasi bangsa yang merupakan ancaman nyata negeri ini.
Empat pilar kebangsaan yang dimaksud adalah Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang selalu dijaga dan dilestarikan, sehingga mampu memberikan kesadaran bagi seluruh komponen bangsa untuk tetap menjadikan Indonesia sebagai negara kesatuan.
“Keutuhan NKRI bukan saja tanggung jawab TNI, Polri atau pemerintah, tetapi juga merupakan tugas semua Rakyat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, bangsa dan bahasa, sehingga tercipta yang dikatakan Bhenika Tunggal Ika,†kata Awang Faroek Ishak.
Karena itu, seluruh wilayah Indonesia harus mendapat perhatian maksimal agar tidak terjadi gangguan keamanan, baik dari dalam maupun luar negeri. Saat ini kata Awang gangguan yang menjadi keprihatinan justru datang dari dalam negeri sendiri, seiring dengan berbagai peristiwa nasional yang banyak menjadi perhatian masyarakat.
Salah satunya adalah upaya dan isu-isu yang tersebar melalui media sosial tentang keinginan segelintir orang dan kelompok, agar UUD 1945 yang sudah diamandemen dikembalikan pada UUD 1945 sebelum amandemen. Hal ini merupakan upaya agar pemerintahan yang sekarang menjadi tidak sah dan dapat berakibat fatal bagi kondusifitas negara.
“Kita harus belajar dari Uni Soviet yang merupakan negara adidaya. Mereka harus hancur karena desakan dalam negeri yang ingin memisahkan diri sehingga terpecah belah menjadi berbagai negara kecil. Nasib Indonesia tidak boleh seperti Soviet,†tegas Awang Faroek.
Demikian juga halnya Kaltim yang merupakan bagian dari Indonesia dengan penduduk yang heterogen, tentunya memiliki ancaman keamanan yang bisa berpengaruh pada kondusifitas nasional.
Dia menyebutkan sejumlah ancaman yang kini menjadi perhatian serius di Kaltim, antara lain soal terorisme yang juga menjadi perhatian nasional. Kaltim merupakan daerah yang aman dan kondusif. Namun hal itu digemparkan dengan peristiwa pemboman di Gereja Oikumene pada 13 November 2016 yang mengakibatkan satu anak meninggal dunia.
Pelajaran yang dapat dipetik adalah, diperlukan kesadaran bagi seluruh masyarakat untuk bersama-sama pemerintah dan aparat keamanan untuk waspada terhadap kondisi keamanan lingkungan, dari tingkat RT sehingga tercipta kewaspadaan dini yang ampuh untuk menangkal segala gangguan, termasuk aksi terorisme.
Selanjutnya masalah penyalahgunaan Narkotika dan obat-obatan berbahaya (Narkoba) yang membuat Kaltim prihatin, karena daerah ini berada pada posisi tiga nasional untuk tingkat prevalensi mencapai 63.873 penyalahguna atau sekitar 3,23 persen dari penduduk Kaltim.
Seiring dengan kondisi itu, Kaltim terus berusaha mencapai target Zero Narkoba secara bertahap dari tahun ke tahun. “Tentunya hal ini tidak mudah tetapi kita tidak boleh menyerah. Paling tidak dengan berbagai upaya yang kita lakukan prevalensi di daerah ini akan terus menurun,†ujarnya.
Karena itu perlu sikap tegas bahkan bisa juga keras untuk memberantas penyalahgunaan Narkoba, dengan menyatukan seluruh kekuatan dari berbagai komponen masyarakat dan secara bertahap memberantas Narkoba mulai dari tingkat kecamatan agar bebas dari peredaran barang haram itu.
Selanjutnya soal ancaman ekspansi tenaga kerja asing (TKA) yang dapat mengancam keberadaan tenaga kerja lokal. Hal ini harus diatasi dengan meningkatkan kualitas tenaga kerja Kaltim agar sejajar dengan TKA.
Salah satu upaya yang dilakukan dengan membuka berbagai peluang kerja dan menyiapkan SDM lokal untuk mengisi peluang-peluang kerja tersebut. Contoh nyata adalah ketika Kaltim mneyekolahkan 200 pelajar ke Rusia untuk dipersiapkan bekerja di bidang perkeretapian yang akan dibangun di daerah ini.
Selain itu, Gubernur juga menyinggung kian maraknya penyalahgunaan media sosial yang dijadikan sarana penyebaran berita negatif . Dampak negatif dari kemajuan teknologi dan informasi ini juga perlu mendapat perhatian serius.
Patut disyukuri karena pemerintah terus memperbaiki UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), terutama yang berkaitan dengan penyebaran informasi bohong dan ujaran kebencian yang dapat mengganggu keamanan nasional.
“Dengan upaya pemerintah ini tentunya bisa memberikan batasan terkait dengan kebebasan penyebaran informasi sehingga tidak berdampak buruk bagi negara kita,†katanya.
Sementara itu, Pangdam VI/MLW, Mayjen TNI Johni Lumban Tobing memberikan apresiasi terhadap paparan yang disampaikan Gubernur, sehingga diharapkan bisa menjadi bekal dan pengetahuan bagi jajaran pimpinan di lingkungan Kodam VI/MLW untuk menyelesaikan berbagai tugas di lapangan dan bekerja sama dengan sejumlah kalangan di wilayah masing-masing. (Humas Prov Kaltim/san)