Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan bahwa
kebijakan bebas visa bagi warga negara lain perlu dievaluasi menyusul
maraknya isu mengenai orang asing yang bekerja secara ilegal di
Indonesia.
"Jangan-jangan kita sudah bebaskan visa, tetapi wisatawannya tidak
ada. Jadi perlu kita evaluasi juga," ujarnya kepada pers di Kantor
Wapres di kompleks Istana Merdeka, Jakarta, Jumat.
Ia mengemukakan bahwa pada awalnya kebijakan bebas visa untuk
sekitar 170 negara diterapkan sebagai upaya untuk meningkatkan jumlah
kunjungan wisatawan mancanegara.
"Kita merasa kenapa wisatawan ini di sini baru sekitar 10 juta. Di
lain pihak negara tetangga yang lebih kecil sudah di atas 20 juta. Salah
satu masalahanya mereka itu banyak membebaskan visa, memudahkan visa
dengan negara-negara yang kita sudah periksa. Itu yang terjadi
sebenarnya," kata Wapres.
Ia mengakui bahwa program bebas visa tersebut memiliki dampak,
terutama penyalahgunaan untuk keperluan kerja, seperti para pekerja
China di Indonesia yang dikabarkan tidak melengkapi dokumen
ketenagakerjaan.
"China punya penduduk 1,4 miliar jiwa. Kalau untuk datang ke
Indonesia harus ke Beijing dulu, harus ke Shanghai dan Guangdong karena
di situ kita punya konsulat. Bayangkan susahnya negeri yang begitu
besar, tapi sulit kalau mau bepergian karena harus mengurus visa dulu.
Karena potensinya besar, China juga termasuk bagian dari bebas visa di
antara 170-an negara itu," katanya.
Namun dia tidak percaya begitu saja dengan isu yang berembus karena
gaji pekerja kasar di Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dengan
China sehingga tidak memotivasi warga negara asing untuk bekerja di
Indonesia.
"Tidak mudahlah negara lain datang ke Indonesia kalau hanya bekerja
kasar, bekerja biasa. Kenapa? Gaji kita di sini kalau pekerja kasar
sekitar Rp2 juta-Rp3 juta, sedangkan di China gaji minimum saja sekitar Rp4,5 juta-Rp5
juta. Pengungsi-pengungsi dari Myanmar, Bangladesh atau Afghanistan
sebenarnya tidak mau datang ke Indonesia. Maunya ke Australia. Di
Indonesia hanya terpaksa saja singgah. Jadi tidak ada orang pekerja itu
mau datang ke indonesia karena gaji di sini murah," ujarnya.
Kalau pun ada orang asing yang bekerja di Indonesia dengan
menggunakan visa kunjungan wisata, maka Kalla menginstruksikan aparat
penegak hukum untuk memulangkan atau mendeportasinya.
"Jadi kalau ada yang melanggar, kita pulangkan juga. Kalau orang
China itu yang visa turis kita pulangkan juga, deportasi juga. Sama di
Malaysia dipulangkan juga orang Indonesia. Di Saudi juga orang Indoensia
yang melanggar," ujarnya.
Kalla juga melihat warga negara China yang bekerja di Indonesia
lebih banyak di sektor infrastruktur, pertambangan, atau listrik yang
memang butuh keahlian khusus dan tidak mudah bagi orang Indonesia untuk
mengerjakannya.
"Mereka (pekerja China) langsung direkrut. Pekerja Indonesia belum
menguasai bidang itu. Anda semua juga menuntuk infrastruktur selesai,
listrik cepat selesai. Nah, kalau melatih dulu baru bekerja, maka kapan
itu selesainya. Jadi kita harus terima bersih. Hampir semua tangki,
karena tidak mudah petunjuknya, maka engineering-nya orang China. Orang
Bugis melihat bahasa China, bagaimana caranya bekerja," kata Wapres. (*)
Wapres: Bebas Visa Perlu Dievaluasi
Jumat, 23 Desember 2016 16:09 WIB