Samarinda (ANTARA Kaltim) - Pengamat Pendidikan dari Universitas Mulawarman Samarinda Drs Nanang Rijono MPd meminta kepada pemerintah agar meninjau kembali penerapan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada tahun ini.
"Apabila UU tersebut diterapkan 2015 dan efektif 2016, maka akan banyak sekolah yang kekurangan guru. Lantas siapa yang akan mengajar di sekolah? Kemudian jumlah tanaga tata usaha juga akan menumpuk," kata Nanang di Samarinda, Selasa.
UU tersebut mengamanatkan mulai akhir 2015 semua guru yang tidak memenuhi syarat dilarang mengajar, sehingga mereka akan dinonaktifkan dan dijadikan pegawai struktural atau dijadikan tenaga administrasi tata usaha (TU).
Guru yang dianggap tidak memenuhi syarat itu adalah guru yang belum sarjana (S1) atau D4, belum mengikuti atau belum lulus sertifikasi, dan guru yang tidak memiliki kompetensi.
"Kalau untuk memenuhi komptensi saya rasa gampang, tetapi yang susah adalah menguliahkan guru lulusan SMA-D2 menjadi S1 dan menjadikan guru bersertifakasi, karena membutuhkan waktu panjang dan terbentur kuota pusat yang hanya 5 persen," kata Nanang yang juga Wakil Ketua PGRI Provinsi Kaltim ini.
Untuk menguliahkan guru yang lulusan D2 saja masih butuh waktu 2 tahun. Ini berarti mereka baru bisa S1 pada 2017, sehingga bagi guru yang baru lulus SMA tentu waktu yang dibutuhkan lebih lama lagi.
Sementara untuk mencapai semua guru di Kaltim yang saat ini berjumlah 48.572 orang dan 12.351 guru di antaranya sudah bersertifikasi, tentu masih ada sebanyak 36.221 guru yang belum bersertifikasi.
Untuk menjadikan puluhan ribu guru Kaltim tersebut bersertifikasi dalam tahun ini juga, tentu tidak mungkin karena pemerintah pusat juga yang menentukan kuota 5 persen untuk sertifikasi dari jumlah total guru yang ada.
Jadi, lanjut dia, penerapan efektif UU tersebut pada awal 2016 belum bisa dilakukan karena baik secara nasional maupun di Kaltim, masih ada sekitar 20 persen guru belum berijazah S1 dan terdapat lebih dari 50 persen guru yang belum bersertifikasi.
Menurutnya, meskipun guru sudah S1 tapi belum bersertifikasi, tetap saja tidak boleh mengajar karena salah satu dari tiga syarat yang ditentukan UU tersebut, masih ada yang belum terpenuhi.
"Untuk itu, pemerintah harus mengkaji dan meninjau kembali penerapannya. Sambil melakukan peninjauan, maka kuota sertifikasi harus dinaikkan menjadi 10 persen atau lebih, termasuk memikirkan nasib guru honor, guru belum S1, dan sejumlah masalah lainnya," kata Nanang lagi. (*)