Samarinda (ANTARA Kaltim) - Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kaltim membeberkan data cukup mencengangkan terkait pengemplang pajak dari bisnis pertambangan. Di Kaltim terdapat 1.443 pemegang ijin usaha pertambangan (IUP) yang dipegang oleh 1.297 pengusaha/wajib pajak (WP).
Dari 1.297 WP tersebut hanya sekitar 795 WP yang berkantor pusat di Kaltim (Pph Badan). Lebih menyedihkan, karena WP yang membayar pajak dan melaporkan pembayaran pajaknya hanya sebanyak 363 WP atau atau kurang dari setengahnya.
Sekitar 466 WP lainnya justru terdaftar berdomisili di luar Kaltim, seperti di Jakarta dan kota-kota lainnya di Jawa. Ironisnya lagi, karena hanya sekitar 79 WP yang mau membayar kewajiban pajak mereka diantaranya meliputi Pph 21, Pph 23 dan Pph 26. Sekitar 387 wajib pajak yang berdomisili di luar Kaltim yang sama sekali tidak membayar pajak.
"Kami akan terus lakukan sosialisasi. Kepada mereka akan diingatkan agar segera membuat NPWP di sini dan cabangnya harus ada di sini. Pajaknya juga harus disetor di sini dong, kan mereka beroperasinya di sini," kata Kepala Kanwil DJP Kaltim, Mohammad Isnaeni pada Sosialisasi Pengamanan Penerimaan Pajak bertema Pengawasan dan Penegakan Hukum dalam rangka Optimalisasi Penerimaan Pajak yang digelar di Ruang Ruhui Rahayu Kantor Gubenur Kaltim, Senin (8/12).
Sosialisasi yang dilakukan Kanwil DJP Kaltim perlahan mulai menunjukkan hasil positif, meski perubahannya belum berpengaruh signifikan terhadap penerimaan daerah. Dia menyebutkan, pada tahun 2013 misalnya penerimaan pajak yang diperoleh mencapai Rp687 miliar. Setelah berbagai sosialisasi dan pemeriksaan yang gencar dilakukan dengan koordinasi jajaran Bareskrim Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada tahun 2014 jumlah penerimaan pajak meningkat menjadi Rp786 miliar.
"Memang ada peningkatan, meski masih relatif kecil," ujar Isnaeni.
Tugas berat lain yang menjadi pekerjaan rumah jajaran Kanwil DJP Kaltim adalah mendeteksi 36 WP yang hingga saat ini juga belum diketahui, sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau belum. "Selama beberapa bulan ini baru dua wajib pajak yang melakukan klarifikasi. Sementara 34 lainnya belum ada penjelasan hingga saat ini. Wajib pajak ini sebagian besar ada di Kalimantan Utara," imbuhnya.
Sementara kepada perusahaan-perusahaan yang telah melaporkan pembayaran pajak mereka, Isnaeni meminta agar mereka bertindak jujur dengan melaporkan data sesungguhnya. Negara lanjut dia, memberikan kesempatan kepada para wajib pajak untuk melakukan koreksi dan perbaikan agar pembayaran pajak sesuai ketentuan.
Jika hal ini tidak dilakukan, maka bukan tidak mungkin pada saatnya perusahaan yang bertindak curang dengan memberikan data yang curang akan berhadapan dengan persoalan hukum dan tersangkut persoalan pidana.
"Sosialisasi ini sekaligus untuk mengingatkan para wajib pajak untuk menyelesaikan pembayaran pajak mereka dengan data yang benar. Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan perbaikan serius untuk peningkatan penerimaan pajak," tegas Isnaeni.
Sosialisasi kemarin dibuka Plt Sekprov Kaltim Rusmadi mewakili gubernur. Saat menyampaikan sambutan, Rusmadi mengungkapkan, hingga saat ini pemerintah masih menggunakan sistem asesment dengan memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung sendiri kewajiban pajak mereka. Diakui Rusmadi, sistem ini memberi peluang kepada wajib pajak untuk melaporkan data yang tidak sebenarnya untuk menghindari pajak.
"Tapi tidak semua wajib pajak bertindak curang. Ada kemungkinan mereka berbuat itu karena ketidaktahuan mereka. Maka sosialisasi semacam ini perlu dilakukan secara terus-menerus," kata Rusmadi.
Terkait layanan pajak, Rusmadi mengingatkan agar wajib pajak perlu terus diberikan pemahaman tentang peraturan tentang wajib pajak sehingga kesadaran membayar pajak akan meningkat. Peningkatan kesadaran tersebut diharapkan berdampak positif terhadap peningkatan penerimaan pajak yang akan sangat bermanfaat untuk pemenuhan pembiayaan pembangunan menuju terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Rusmadi juga mengingatkan agar penerimaan pajak disampaikan secara terbuka (transparan) kepada masyarakat untuk membangun kesadaran wajib pajak, sekaligus memberi kepercayaan kepada masyarakat.
"Transparansi itu adalah kunci. Bahwa pajak yang dipungut itu sesungguhnya dari rakyat dan untuk rakyat dalam bentuk pembiayaan pembangunan daerah," tegas Rusmadi. Sedangkan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Dadang Suwarna menjelaskan betapa pentingnya penerimaan pajak untuk pembiayaan pembangunan nasional. Pajak berada di urutan pertama daftar penerimaan negara, menyusul Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), hibah dan utang negara.
Sosialisasi juga mengundang Brigjen Kamil Razak, mantan Kapoltabes Samarinda yang kini menjabat Direktur Tindak Pidana Khusus Bareskrim Polri. Acara juga dihadiri Bupati Kutai Timur Isran Noor dan para pejabat dari kabupaten dan kota di Kaltim. (Humas Prov kaltim/sul)
Pajak sumber utama penerimaan negara
Senin, 8 Desember 2014 18:29 WIB