"Penelitian ini sudah lama dilakukannya. Semua tahapan-tahapannya tidak ada yang di by pass dan beberapa secara ilmiah sudah diuji," kata Budi Gunadi Sadikin dalam Rapat Kerja Komisi IX terkait Wolbachia diikuti dalam jaringan di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan penelitian nyamuk ber-Wolbachia telah masuk dalam salah satu jurnal kesehatan top dunia, New England Journal of Medicine, oleh Prof dr Adi Utarini, MSc, MPH, PhD, selaku peneliti sekaligus Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (UGM).
'Itu jurnal kesehatan yang susah banget masuknya, nggak semua profesor di dunia bisa masukin ke sana," katanya.
Dikatakan Budi penelitian potensi risiko jangka panjang nyamuk ber-Wolbachia di Indonesia pada 2016 melibatkan 24 pakar independen dari berbagai bidang keilmuan dari sejumlah universitas terkemuka.
Baca juga: Kadinkes Kaltim: Wolbachia, upaya baru melawan demam berdarah
Peneliti yang dimaksud di antaranya Prof Ir Damayanti Buchori, MSc, PhD selaku Ketua tim inti dari Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof dr Hari Kusnanto Joseph, SU, DrPH dari Fakultas Kedokteran UGM.
Prof drh Upik Kesumawati Hadi, MS dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Prof Dr dr Aryati, SpPK(K) dari Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga, Prof dr Irawan Yusuf, MSc, PhD, dari Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, dan Teguh Triono, PhD dari Lembaga Keanekaragaman Hayati (KEHATI).
Hasilnya, kata Budi, seluruh potensi risiko jangka panjang dari inovasi nyamuk ber-Wolbachia dapat diabaikan.
"Nama-nama peneliti ini kalau saya lihat di Twitter, Instagram, Facebook, orang-orang ini kan kredibilitasnya baik. Bukan orang sembarangan yang menguji," katanya.
Penelitian nyamuk ber-Wolbachia juga telah lolos dari kajian Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), kata Budi menambahkan.
Baca juga: Teknik nyamuk mandul, strategi BRIN tekan demam berdarah
Baca juga: Teknik nyamuk mandul, strategi BRIN tekan demam berdarah
AIPI adalah lembaga nonstruktural bersifat mandiri yang didirikan dengan tujuan menghimpun ilmuwan Indonesia terkemuka untuk memberikan pendapat, saran, dan pertimbangan atas prakarsa sendiri mengenai penguasaan, pengembangan, dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada Pemerintah serta masyarakat untuk mencapai tujuan nasional.
"AIPI didirikan zaman 1991, peneliti hebat di sana sudah melihat bahwa nyamuk ber-Wolbachia ini lolos," katanya.
Selain itu, kata Budi, The Vector Control Advisory Group Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga telah mempersiapkan panduan pemanfaatan nyamuk ber-Wolbachia berdasarkan hasil analisa penelitian di Indonesia yang sudah dinyatakan lengkap.
"Saya sih nggak pernah lihat ada intervensi ide dari orang Indonesia yang masuk ke tataran dunia kecuali nyamuk ber-Wolbachia, yang lain saya belum tahu," katanya.
Wolbachia merupakan jenis bakteri untuk menekan replikasi virus dengue, zika, dan chikungunya dalam tubuh nyamuk Aedes Aegypti. Bakteri ini dapat diturunkan ke generasi berikutnya melalui jalur perkawinan nyamuk serta hanya hidup di tubuh serangga.