Samarinda (ANTARA) -
Polresta Samarinda menangkap seorang tersangka pemilik harimau Sumatera yang menewaskan pekerja pengurus harimau itu.
"Tersangka berinisial AR diduga lalai dalam merawat hewan liar itu, sehingga menyebabkan korban bernama Surianda (27) diterkam saat membersihkan kandang pada 18 November 2023," kata Kapolresta Samarinda Kombes Pol Ary Fadli di Samarinda, Kamis.
AR, lanjut Ary, tidak memiliki izin resmi untuk memelihara harimau Sumatera. AR disebut pernah mengajukan permohonan izin pada 2021, tapi tidak melanjutkan prosesnya karena tidak memenuhi persyaratan.
"AR mendapatkan harimau Sumatera dari luar Samarinda. Menurut informasi, hewan itu dikirim menggunakan kapal laut. AR mengaku memelihara harimau itu sejak kecil, sehingga merasa sayang untuk melepaskannya," kata Ary dalam konferensi pers.
Selain harimau Sumatera, Polresta Samarinda juga mengamankan satu macan dahan dan satu anakan harimau Sumatera berusia kurang dari satu tahun.
Polresta Samarinda terus mendalami kasus itu untuk memastikan tidak ada lagi hewan liar yang disembunyikan AR atau pihak lain.
Dia juga mengimbau masyarakat untuk tidak memelihara hewan liar tanpa izin, karena dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain.
"Kami akan menjerat AR dengan Pasal 359 KHUP dan Pasal 21 ayat 2 Jo Pasal 40 ayat 2 UU No 5 tahun 1990. AR terancam hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda maksimal Rp100 juta," kata Ary.
Sementara, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur telah melakukan evakuasi terhadap tiga ekor satwa langka yang ditemukan di rumah seorang tersangka penyelundupan satwa di Samarinda dari koordinasi dengan Polresta Samarinda.
Kepala BKSDA Kalimantan Timur Ari Wibawanto mengatakan tiga satwa yang dievakuasi tersebut ditempatkan AR di kandang-kandang yang tidak sesuai dengan standard kesehatan satwa.
Tersangka, kepada BKSDA, mengaku ingin melakukan konservasi secara pribadi, tapi tidak memiliki izin resmi dari otoritas terkait.
"Menurut data kami, tersangka pernah mengajukan permohonan izin konservasi pada 2021. Tapi, dia tidak melengkapi persyaratan yang kami minta, seperti izin lingkungan, jarak dengan permukiman, dan rekomendasi teknis. Sampai sekarang, permohonan itu belum diproses lebih lanjut," ujar Ari.
BKSDA, lanjutnya, hanya berperan sebagai pemberi rekomendasi. Sedangkan izin konservasi dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Dia mengatakan upaya konservasi secara pribadi tanpa izin melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem.
"Kami berharap satwa-satwa itu bisa pulih dan kembali ke habitat aslinya. Kami juga mengimbau masyarakat untuk tidak memelihara satwa liar tanpa izin, karena itu merugikan satwa itu sendiri dan mengganggu keseimbangan ekosistem," ungkap Ari.
Baca juga: BRIN ungkap penemuan mamalia langka di Papua