Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur Jaya Mualimin mengatakan bahwa penyakit akibat kerja (PAK) masih kurang teridentifikasi oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
"Jumlah kasus PAK yang dilaporkan masih sangat rendah dibandingkan dengan jumlah pekerja Indonesia berjumlah 121,02 juta orang" sebut Jaya di Samarinda, Kamis.
Ia menjelaskan hal itu disebabkan karena kompetensi tenaga kesehatan yang belum optimal dalam mendiagnosis PAK.
Jaya menilai, minimnya identifikasi PAK menyebabkan tempat kerja kurang mendapatkan umpan balik untuk upaya pencegahan dan pengendalian bahaya di lingkungan kerja dan terhambatnya pemenuhan hak pekerja.
"Penegakan diagnosis dan penanganan PAK secara dini seharusnya dapat membatasi timbulnya keparahan penyakit dan mencegah terjadinya kecacatan" tuturnya.
Dikemukakan Jaya, saat ini penegakan diagnosis PAK oleh dokter belum dihubungkan dengan pekerjaan atau dengan lingkungan pekerjaan sehingga dalam menegakkan diagnosis PAK dirasakan sangat minim, karena kurangnya pengetahuan dokter untuk menegakkan diagnosis PAK.
Lanjutnya berdasarkan konsensus tatalaksana PAK, dokter pada layanan primer diberikan mandat berupa penegakan 21 jenis diagnosis PAK.
Namun, pengetahuan tenaga kesehatan dan pekerja tentang kesehatan kerja masih rendah sehingga mengalami kesulitan dalam aplikasinya.
"Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pekerja umumnya masih bersifat kuratif dan belum semua sarana pelayanan kesehatan mampu memberikan pelayanan kesehatan yang paripurna," katanya.
Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi para profesi kesehatan kerja dan pelaku bidang kesehatan dan keselamatan kerja untuk dapat menjawab tantangan dan permasalahan tersebut.
"Penanganan masalah kesehatan kerja perlu dilakukan secara terpadu dan terintegrasi dalam upaya kesehatan secara menyeluruh," ucap Jaya.
Ia berharap peran segenap tenaga atau profesi di bidang kesehatan kerja sangat strategis dalam pembangunan bidang kesehatan yang berorientasi pada upaya promotif dan preventif.
"Secara nasional rendahnya identifikasi kasus PAK telah menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan pemanfaatan jaminan pembiayaan antar badan penyelenggara jaminan. Pembiayaan pelayanan kesehatan PAK merupakan manfaat yang ditanggung oleh BPJS Ketenagakerjaan, PT TASPEN, PT ASABRI," ungkapnya.
Jaya menuturkan pada tahun 2018 telah diterbitkan Konsensus Tatalaksana PAK oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan berdasarkan Peraturan Presiden No.7 tahun 2019 tentang Penyakit Akibat Kerja, penegakan diagnosis PAK dilakukan oleh dokter atau dokter spesialis yang kompeten di bidang kesehatan kerja.
"Dokter umum dan dokter spesialis yang kompeten di bidang kesehatan kerja dapat diperoleh melalui pendidikan formal dan pelatihan yang berstandar," pungkasnya.(Adv)