Samarinda (ANTARA) -
Dinas Kesehatan Kalimantan Timur mengambil langkah guna memperkuat kapasitas tenaga kesehatan (nakes) melalui pelatihan konseling untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan terhadap pasien tuberkulosis resistan obat (TBC RO), yang digelar di Samarinda 6-8 Mei 2024.
"Kami menekankan pentingnya peningkatan kompetensi nakes dalam menangani kasus TBC RO yang semakin meningkat," kata Kepala Dinas Kesehatan Kaltim Jaya Mualimin di Samarinda, Selasa.
Ia menjelaskan, sejak tahun 2009, Indonesia telah melaksanakan tatalaksana pengendalian TBC RO. Namun, hingga 1 November 2022, dari 10.145 pasien TB RR/MDR yang teridentifikasi, hanya sekitar 5.810 pasien atau 57 persen yang memulai pengobatan.
"Ini berarti masih ada 4.335 pasien atau 43 persen yang belum mendapatkan perawatan yang diperlukan. Keterbatasan akses ke layanan TBC RO menjadi salah satu faktor utama yang menghambat proses pengobatan," kata Jaya.
Menurutnya, meningkatnya angka pasien yang mulai pengobatan dan yang putus berobat (lost to follow-up) menjadi perhatian serius.
Faktor-faktor seperti efek samping obat, kurangnya dukungan psikososial, masalah ekonomi, dan kekurangan konseling oleh petugas kesehatan berkontribusi terhadap situasi ini.
"Oleh karena itu, peran nakes dalam memberikan konseling dan pendampingan kepada pasien sangatlah krusial," kata Jaya.
Dalam rangka mengatasi permasalahan ini, Program Nasional TBC melalui Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim menyelenggarakan workshop konseling TBC RO dengan pendekatan psikososial.
"Tujuan umum dari penguatan nakes adalah untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam melakukan pendampingan psikososial pada pasien TBC di fasilitas kesehatan -Fasyankes)-," katanya.
Perihal tersebut juga untuk membekali tenaga kesehatan dengan kompetensi dalam menjelaskan prinsip dasar pendampingan psikososial, etika, karakteristik perkembangan anak dan remaja, deteksi dini permasalahan psikologis, identifikasi sistem dukungan, serta pendampingan psikososial untuk perubahan perilaku.
Materi pelatihan tersebut mencakup karakteristik pendampingan anak dan remaja, deteksi dini permasalahan psikologis, identifikasi permasalahan dan sistem dukungan, serta berbagai metode pendampingan psikososial, termasuk psikoedukasi, DPA, konseling, dan komunikasi motivasi.
Tim fasilitator pelatihan ini terdiri atas dua orang yang telah menerima Training of Trainer (TOT) Psikososial TBC RO pada tahun 2023 oleh Kementerian Kesehatan, empat orang dari provinsi, termasuk Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kaltim, Wakil Supervisor TBC, serta tenaga pakar lainnya.
Tenaga kesehatan yang dilatih merupakan perawat TBC RO di 16 faskes dan satu pendamping pasien komunitas di Kaltim.
Jaya mengharapkan, pelatihan ini dapat memberikan dampak positif dalam penanganan TBC RO di Kaltim, dengan menurunkan angka putus berobat dan meningkatkan angka kesembuhan pasien.
"Dengan pendekatan yang lebih terintegrasi, tentunya pasien TBC RO dapat menerima layanan kesehatan yang lebih baik dan terjangkau, sehingga dapat memulai dan melanjutkan pengobatan hingga sembuh," katanya.