Samarinda (ANTARA) - Wakil Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Muhammad Samsun menanggapi persoalan Upah Minimum Provinsi (UMP) Kaltim 2023 belum diumumkan secara resmi oleh pemerintah Provinsi, meskipun ada beberapa daerah sudah mengumumkannya.
"Memang persoalan UMP ini agak panjang, karena mesti mengakomodir kepentingan buruh dan juga pengusaha. karena secara makro ekonomi penentuan upah ini mesti memperhatikan faktor inflasi ke depannya serta kondisi ekonomi yang riil," ujar Samsun di Samarinda Sabtu.
Ia menilai bahwa kepentingan buruh juga mesti diakomodir oleh karena faktor inflasi tersebut, namun Dewan Pengupahan Kaltim punya penilaian sendiri dalam menentukan besaran kenaikan UMP tahun 2023. Karena mereka pasti punya pertimbangan yang sangat matang sebelum nantinya disahkan oleh Pemerintah Provinsi Kaltim.
Samsun menjelaskan, artinya apakah kalangan pengusaha tengah berekspansi atau menurun, apakah terjadi peningkatan produksi dan berbagai faktor lainnya. Jika tanpa mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, maka nantinya akan menimbulkan ketidakstabilan ekonomi.
Menurutnya, kenaikan UMP mesti dinaikkan dari tahun ke tahun dengan cara bertahap. Sebab jika kenaikan tiba-tiba terlalu tinggi, akan berpengaruh bagi kondisi perusahaan. Jika di dalam perjalanan nanti kondisi ekonomi melambat dan menimbulkan permasalahan berdampak pada pengurangan tenaga kerja.
Skadar diketahui di Provinsi Kaltim telah disepakati oleh Dewan Pengupahan UMP 2023 mengalami kenaikan 4,55 persen atau sekitar Rp 137 ribu. Hal tersebut dibenarkan Ketua DPP Apindo Kaltim, Slamet Brotosiswoyo.
"Kemarin sudah disepakati, berdasarkan PP No 36 tahun 2021, UMP 2023 naik sebesar 4,55 persen atau menjadi Rp 3.151.755,09," ujar Slamet.
Dia menegaskan, jadi tinggal menunggu persetujuan dari Gubernur Provinsi Kaltim Isran Noor. (Fandi/ADV/DPRD Kaltim)