Nunukan (ANTARA Kaltim) - Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) memenangi gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sesuai putusan nomor 35/PUU-X/2012.
"Sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi tanggal 16 Mei 2013, maka pada saat ini hak-hak masyarakat adat seluruh Indonesia yang selama ini seringkali terdiskriminasi oleh penguasaan negara sudah sangat jelas," ujar Marli Kamis, anggota Dewan AMAN Wilayah Utara Provinsi Kalimantan Timur di Nunukan, Rabu.
Dengan adanya putusan majelis hakim konstitusi tersebut, ujarnya, maka dengan itu pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tersebut yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945 diminta direvisi dan diperkuat dengan penerbitan peraturan daerah di daerah masing-masing masyarakat adat.
Gugatan ini, kata Marli Kamis, berawal dari kegelisahan masyarakat adat seluruh Indonesia yang tergabung dalam lembaga "AMAN" terkait penguasaan hutan oleh negara dan adanya kesewenang-wenangan pihak tertentu mengelola hutan yang dianggap hak masyarakat adat di Indonesia.
Oleh karena itu, melalui hasil keputusan pertemuan seluruh masyarakat adat itulah yang menjadi dasar pengajuan gugatan ke MK dengan mengutus Ir Abdon Nababan, Sekjen AMAN dan H Bustamir, dari Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Kenegerian Kuntu Provinsi Riau serta H MOch Okri Alias H Okri, Olot Kesepuhan Cisitu Kesatuan Masyarakat Adat Hukum Adat Kasepuhan Cisitu Provinsi Banten mengajukan gugatan ke MK pada 2012 lalu.
Anggota DPRD Nunukan itu menjelaskan beberapa poin yang diminta oleh hakim konstitusi dalam Undang-Undang tersebut karena dianggap bertentangan UUD 1945 pasal 33 yakni pasal 1 ayat 6, pasal 4 ayat 3, pasal 5 dan pasal 67.
Pada pasal 1 ayat (6) dalam UU Nomor 41/1999 sebelumnya berbunyi Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat adat diubah menjadi "Hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah wilayah masyarakat hutan adat".
Kemudian, sebut dia, pasal 4 ayat (3) yang sebelumnya berbunyi "Penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak-hak masyarakat hukum adat sepanjang kenyataan masih ada dan diakui keberadaannya serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional".
Bunyi pasal ini sesuai putusan MK diubah menjadi "Penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI yang diatur dalam UU".
Selanjutnya hakim konstitusi MK menilai pasal 5 ayat 3 UU Kehutanan itu bertentangan dengan UUD 1945 sehingga frase "dan ayat (2)" dihilangkan sehingga berbunyi "pemerintah menetapkan status hutan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dan hutan adat ditetapkan sepanjang menurut kenyataan masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya".
Keputusan MK ini berlaku bagi 2.000 komunitas masyarakat adat di Indonesia dan bukan hanya bagi masyarakat adat di Kabupaten Nunukan yang tergabung dalam "AMAN" yaitu Dayak Lundayeh, Dayak Agabag, Tidung dan Kenyah, sebut Marli Kamis.
Keuntungan yang dimiliki masyarakat adat di Indonesia dengan adanya putusan MK ini, dia mengatakan, dalam hal penguasaan hutan yang berada dalam wilayah hukum adat.
"Sebelumnya kawasan hutan yang menjadi wilayah masyarakat hukum adat dan merupakan warisan nenek moyang kita dikuasai oleh negara sehingga masyarakat adat tetap miskin. Jadi disitu keuntungan yang kita dapatkan dengan adanya putusan MK ini," kata Marli Kamis. (*)