Balikpapan (ANTARA) - Kakao dari Berau, Kalimantan Timur, kini mulai diekspor ke Jerman. Warga Kampung Merasa, Kecamatan Kelay, mengirimkan 200 kg kakao fermentasi ke pabrik cokelat Urwald Schokolade mulai Kamis 10/6.
“Semoga ini bisa menjadi awal yang baik untuk pembangunan ekonomi hijau di Berau,” kata Bupati Berau Sri Juniarsih, Jumat.
Selain pasar ekspor, kakao dari Berau ini juga merambah pasar domestik.
“Kami juga sudah berhubungan dengan koperasi di Bali yang siap menerima berapa pun kakao fermentasi yang dihasilkan Kampung Merasa,” kata pendamping masyarakat dari Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) Lukmansyah.
Sebagai awalan, Kampung Merasa baru mengekspor 200 kg kakao yang nilainya baru Rp7 juta dari harga satuan Rp35 ribu per kg.
Namun Bupati Juniarsih percaya dengan kualitas kakao Berau, maka permintaan akan terus bertambah.
Lukmansyah menambahkan, kakao dari Kampung Merasa tersebut sedemikian rupa memiliki cita rasa khas. Bagaimana khasnya, saat dipertandingkan dengan rasa dari 58 jenis biji kakao dari seluruh Indonesia, kakao Berau masuk delapan besar biji kakao favorit.
Kakao Kampung Merasa pun menjadi satu dari jajaran elit Indonesian National Cocoa of Excellence 2021.
“Saat ini sedang kita ikutkan pemilihan tingkat dunia atau Cocoa of Excellence 2021 di Paris, Prancis,” kata Lukmansyah. Hasil pemilihan belum lagi diumumkan.
Sukses membuka pasar ekspor ini juga menambah semangat warga yang baru setahun ini kembali merawat dan memelihara kakaonya.
Sebelumnya warga menanam kakao tanpa mengetahui nilai jual, teknik perawatan, panen, dan pengolahan buah. Kakao ditanam semata-mata karena Kabupaten Berau memiliki program komoditas unggulan yang salah satunya adalah kakao.
Namun karena kurangnya informasi prospek dan nilai jual kakao, tanaman kakao milik warga dibiarkan tumbuh liar dan tanpa pemupukan dan perawatan.
KAKAO FERMENTASI
Saat ini ada dua kampung yang menjual biji kakao fermentasi, yaitu Kampung Merasa dan Kampung Long Lanuk.
Fermentasi Kakao membutuhkan waktu setidaknya seminggu dengan sejumlah perlakuan seperti pengaturan suhu dan pengadukan. Proses yang lebih ketimbang kakao biasa ini menjadikan harga kakao fermentasi lebih mahal.
Dengan memperhitungkan harga dan permintaan kakao fermentasi yang stabil, warga Kampung Merasa menilai perlu memiliki peralatan yang memadai.
Karena itu mereka membangun pengering bersumber energi matahari (solar dryer) secara swadaya untuk membantu proses fermentasi.
Petani Kakao Kampung Merasa bersama dengan petani dari lima kampung lainnya juga berhimpun untuk mendirikan kelompok pengawas mutu kakao.
“Anggota kelompok akan memastikan, biji yang dihasilkan petani layak jual atau tidak, dan apakah perlu perbaikan atau perlakuan tambahan lagi,” terang Lukmansyah.
Hal ini merupakan suatu kemajuan pesat dari petani kakao yang awalnya tidak peduli tanaman kakao, hingga akhirnya kini berorganisasi dan berinovasi.
“Kakao ini adalah komoditas yang potensial, pasar sudah terbuka, tinggal kita bersama yang mendukung kakao Berau go internasional,” kata Gunawan.