Kutai Timur (ANTARA) - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Kalimantan Timur menyambut baik hasil mediasi antara PT Subur Abadi Wana Agung (SAWA) dan masyarakat adat Long Bentuq, Busang, Kabupaten Kutai Timur.
Pembina GAPKI Kaltim Azmal Ridwan mengharapkan menjadi pembelajaran sehingga ke depan tak ada lagi aksi serupa terhadap perusahaan kelapa sawit.
"Ini jadi pelajaran berharga. Semoga ke depan tak ada lagi kasus serupa. Dimana kelompok tertentu melakukan aksi yang tidak hanya merugikan perusahaan kelapa sawit tetapi juga masyarakat luas," kata Azmal Ridwan kepada awak media, Jumat.
Seperti diketahui, mediasi Pemkab Kutai Timur menghasilkan beberapa kesepatakan. Di antaranya, Pemkab Kutim tidak bisa memaksa PT SAWA membayar tuntutan masyarakat adat Rp15 miliar karena tidak memiliki payung hukum.
Selain itu, bahwa masyarakat adat segera menghentikan penutupan portal yang dilakukan sejak 30 Januari lalu. Juga, bahwa PT SAWA bersedia memberikan plasma kepada masyarakat Long Bentuq, melakukan kemitraan, dan berbagai program pemberdayaan lain bagi masyarakat.
Selain menghambat aktivitas penjualan, lanjut Azmal, aksi unjuk rasa tersebut juga menyulitkan masyarakat yang ingin bekerja di area kebun.
Karena penutupan portal, hasil panen kebun kelapa sawit tidak dapat dimobilisasi. Padahal, CPO yang dibiarkan terlalu lama dapat berdampak pada menurunnya kualitas, bahkan hingga membusuk.
“Pertama jualan terganggu. Kedua orang kerja gak bisa. Padahal buah ada, area ada, sawit ada, orang juga mau kerja. Kalau dibiarkan rusak produk CPO-nya, orangnya per panen di kebun itu ratusan loh. Kalau sudah begitu, CPO mau ditaruh mana, Mau masuk gedung mana mungkin,” tambah Azmal.
Azmal menjelaskan dalam kondisi tersebut beban perusahaan juga semakin berat karena membengkaknya biaya produksi, sebab brondolan sawit yang berhamburan dan membusuk di atas pohon perlu dikutip. Kegiatan ini memerlukan tenaga kutip tambahan di luar biaya produksi normal.
Azmal juga meminta semua pihak sadar mengenai peran penting industri sawit bagi perekonomian nasional.
Berbeda dengan batu bara yang semakin lama semakin habis, misalnya, sawit justru semakin banyak digunakan. Bahkan, kini sawit juga digunakan untuk produksi biodiesel.
Begitu pula dengan PT SAWA. Menurut Azmal, kontribusi perusahaan sangat besar, karena ekonomi masyarakat dan daerah tumbuh pesat sejak perusahaan beroperasi.
Termasuk bertambahnya angka lapangan kerja dan pembangunan jembatan yang memfasilitasi mobilisasi masyarakat.
"Jembatan senilai miliaran rupiah itu dari uang perusahaan, bukan uang negara. Pembangunan jembatan itu mempercepat gerak roda ekonomi masyarakat. Jadi masyarakat juga yang rugi ketika jembatan itu kemarin ikut ditutup," katanya.