Samarinda (ANTARA) - Pemerintah Indonesia terutama Provinsi Kalimantan Timur memiliki peluang besar untuk memperoleh pembayaran berbasis kinerja hingga 110 juta dolar AS atau sekitar Rp1,5 triliun rupiah,sebagai kompensasi pengurangan 22 juta ton emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada pelaksanaan program emisi Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) Carbon Fund 2020-2024.
Perjanjian Pembayaran Berbasis Kinerja Program Pengurangan GRK Berbasis Lahan dengan Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan (FCPF) Bank Dunia pun telah dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mewakili Pemerintah Indonesia.
“Kaltim apresiasi kepada Bank Dunia karena telah memberikan dukungan dan kepercayaan melalui Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan untuk Provinsi Kalimantan Timur,” ujar Gubernur Kaltim Isran Noor saat menghadiri penandatanganan Emission Reduction Payment Agreement (ERPD) dan diskusi Webinar “Launching dan Talkshow: Menuju Implementasi Pembayaran Penurunan Emisi Program FCPF-CF Indonesia - World Bank", di ruang Heart of Borneo Kantor Gubernur Kaltim, Selasa (15/12).
Menurutnya Pemprov Kaltim sudah sejak sepuluh tahun lalu mencanangkan Kalimantan Timur Hijau untuk menuju pembangunan ekonomi hijau dan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Upaya-upaya tersebut juga telah diintegrasikan ke dalam perencanaan pembangunan maupun rencana strategis sektor pembangunan.
Isran Noor menjelaskan program pengurangan emisi gas rumah kaca berbasis lahan (REDD+) di Kaltim bertujuan untuk menurunkan laju kerusakan hutan dan penurunan kualitas hutan pada seluruh wilayah Kaltim. Hutan Kaltim yang merupakan hutan hujan tropis dan kaya keanekaragaman hayati diharapkan tetap terjaga hingga generasi mendatang.
Hal ini katanya akan mendukung perbaikan tata kelola lahan dan mata pencaharian lokal, dan melindungi habitat berbagai spesies yang rentan dan terancam punah melalui kegiatan yang mencakup peningkatan praktik kelestarian oleh perijinan kehutanan dan perkebunan, peningkatan perhutanan sosial dan perkebunan skala kecil, dan mempromosikan perencanaan pembangunan desa rendah emisi.
“Dengan penandatanganan perjanjian pembayaran program penurunan emisi GRK dengan Bank Dunia diharapkan akan memberikan manfaat langsung bagi desa dan masyarakatnya, yang mempertahankan hutan dan mengelola hutannya secara berkelanjutan,” kata Isran Noor.
Dikemukakannya pembayaran baru akan diperoleh setelah dibuktikan berhasil mengurangi emisi GRK, maka berbagai pihak di Kaltim harus tetap bersemangat melanjutkan upaya-upaya pencegahan kerusakan hutan, baik akibat kebakaran hutan maupun penebangan ilegal.
"Program penurunan emisi GRK di Kaltim ini merupakan kesepakatan pembayaran berbasis kinerja berbasis yurisdiksi sub-nasional pertama di Indonesia,"ucap Isran Noor.
Seperti diketahui bahwa Pemerintah Provinsi Kaltim dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan proses penyusunan proposal program penurunan emisi REDD+ sejak tahun 2015, juga didukung oleh Dewan Daerah Perubahan Iklim (DDPI) Kaltim, Universitas Mulawarman, dan mitra pembangunan, diantaranya Global Green Growth Institute, WWF Indonesia, The Nature Conservancy, GIZ-GELAMAI, GIZ-Forclime, GIZ-SCPOPP, Kalfor Project, Yayasan Bumi, Yayasan Bioma, Yayasan Konservasi Khatulistiwa, serta P3SEKPI, Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim dan Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK.
Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan (Forest Carbon Partnership Facility/FCPF) dengan Bank Dunia adalah kemitraan global pemerintah, bisnis, masyarakat sipil, dan organisasi masyarakat adat yang berfokus pada pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, konservasi stok karbon hutan, pengelolaan hutan berkelanjutan, dan peningkatan stok karbon hutan di negara berkembang, kegiatan yang disebut sebagai REDD+.
Kemudian diluncurkan pada tahun 2008, FCPF bekerja sama dengan 47 negara berkembang di Afrika, Asia, serta Amerika Latin dan Karibia, bersama dengan 17 pendonor yang telah memberikan kontribusi dan komitmen senilai 1,3 miliar dolar AS. (FCPF-CF).
Sementara dalam kegiatan penandatanganan Emission Reduction Payment Agreement (ERPD) dan diskusi Webinar “Launching dan Talkshow itu dihadiri Asisten II Sekprov Kaltim Abu Helmi, Kepala DPMPD Kaltim M Syirajudin, Ketua Harian Dewan Daerah Perubahan Iklim (DDPI) Profesor Daddy Ruhiyat.