Samarinda (ANTARA) -
"Pertumbuhan ekonomi di Kutim tanpa migas dan batu bara sebelum pandemi sebesar 4,53 persen. Namun setelah pandemi diprediksi anjlok antara 2-3 persen," ujar Aji saat seminar daring dengan tema Rencana Aksi Daerah dalam Penanggulangan Wabah COVID-19 di Kabupaten Kutim, Rabu.
Dalam seminar virtual yang dibuka oleh Sekda Kutim Irwansyah itu, Aji juga mememprediksi angka kemiskinan di kabupaten ini akan mengalami peningkatan hingga di kisaran 10-11 persen, naik 0,52 persen hingga 1,52 persen ketimbang saat ini yang berjumlah 9,48 persen atau sebanyak 35.310 jiwa yang miskin.
Dalam seminar yang diikuti oleh Kepala Bappeda dan sejumlah Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) setempat ini, ia juga mengatakan bahwa saat ini tingkat pengangguran terbuka di Kutim sebanyak 10.410 orang atau 5,53 persen, sementara pascapandemi diprediksi naik menjadi 6-7 persen.
Ia menjelaskan, potensi guncangan (shock) di Kutim yang terjadi akibat COVID-19 tidak hanya dari sisi konsumsi (demand), tetapi juga dari sisi produksi.
Hal ini terjadi karena praktik social distancing dapat menciptakan guncangan pada sisi produksi, terlihat dari penutupan pabrik dan kegiatan produksi, sehingga PHK tidak terelakan dan akan menurunkan daya beli, bahkan tidak ada daya beli, akibatnya konsumsi menurun.
Jika guncangan berasal dari sisi konsumsi, lanjutnya, maka praktik social distancing membuat keleluasaan untuk mengonsumsi barang yang berimplikasi pada menurunnya permintaan barang.
Hal ini menyebabkan perusahaan tidak memperoleh pendapatan maksimal dan cenderung menurun, sehingga kemudian perusahaan akan menurunkan biaya produksinya, maka gelombang PHK pun akan terjadi.
Untuk itu, lanjutnya, ada tiga skenario yang bisa dilakukan oleh Pemkab Kutim, pertama adalah mitigasi atau menyusun rangkaian rencana untuk mengurangi risiko bencana nonalam, dalam hal ini pandemi COVID-19.
Kedua adalah mencermati dampak sosial apa saja yang muncul berikut pilihan solusi, dan ketiga adalah mencermati dampak ekonomi, sekaligus menyusun sejumlah skenario yang bisa diterapkan dalam mengatasinya.
"Untuk menuju keberhasilan tiga skenario ini, maka ada tiga perspektif pula yang harus ditempuh, yakni perspektif pemerintah daerah melalui APBD, perspektif dunia usaha melalui CSR, dan perspektif masyarakat melalui solidaritas. Semua ini akan berjalan sesuai keinginan setelah melalui perhitungan matang," ucap Aji. (*)