Bontang (ANTARA News Kaltim) - Kepala Balai Taman Nasional Kutai (TNK) Asep Sugiharta
mengatakan keberadaan orangutan di TNK yang menyukai daratan "alluvial"
atau daerah aliran sungai dan hutan rawa gambut, kini kian terdesak
seiring pembukaan hutan untuk perkebunan.
"Yang menjadi masalah karena pemanfaatan lahan kini makin meluas
untuk aktivitas sosial, ekonomi dan budaya manusia umumnya, sehingga
berakibat fatal bagi orangutan dengan menyempitnya daerah sebaran
mereka," kata Kepala Balai TNK, Asep Sugiharta, di Bontang, Sabtu.
Balai TNK telah menggelar seminar tentang orangutan pada
Selasa (3/4) dengan pembicara dua peneliti orangutan, yakni Dr Yaya
Rayadin dari Universitas Mulawarman yang membawakan materi konservasi
orangutan di Kalimantan dan Prof Anne E Russon yang membawakan materi
perilaku ekologi orangutan di TNK.
Prof Anne adalah peneliti asal Kanada yang telah bertahun-tahun
melakukan penelitian orangutan di Camp Bendili Mentoko Kutai Timur,
kawasan TNK.
Menurut Asep, kecenderungan dari perubahan tutupan hutan yang berada
di TNK dan sekitarnya yang semakin lama semakin sedikit ditambah dengan
konflik orangutan dengan manusia yang semakin meningkat perlu segera
dicegah.
"Karena itu, penting kiranya untuk mengetahui perilaku, sebaran dan
upaya-upaya yang dilakukan untuk menjaga dan melestarikan populasi
orangutan di TNK," kata Asep.
Saat ini jenis kera besar ini hanya bisa ditemui di Sumatera dan
Borneo Kalimantan, 90 persen ada di Indonesia. Sebanyak 70 Persen berada
di areal perkebunan, sisanya di TNK, cagar Muara Kaman Kukar, Sungai
Wain Balikpapan hasil konservasi.
Beberapa perusahaan yang peduli pelestarian Orangutan yakni Surya
Hutani, KPC, Teladan di bawah koordinasi balai Konservasi SDA Kaltim.
"Padahal dulu kurang dari 20.000 tahun yang lalu orangutan dapat
dijumpai di seluruh Asia Tenggara, dari Pulau Jawa di ujung selatan
sampai ujung utara Pengunungan Himalaya dan Cina bagian selatan,"
ujarnya.
Kerusakan habitat orangutan disebabkan oleh penebangan dan pembukaan
hutan untuk dijadikan lahan pertanian, perkebunan, pertambangan dan
pemukiman merupakan ancaman terbesar terhadap kelangsungan hidup
Orangutan.
"Populasi orangutan yang semula tersebar luas, kini terpencar ke
dalam kantong-kantong populasi berukuran kecil dengan daya dukung
habitat yang rendah, sehingga selalu berakhir dengan penyusutan lebih
lanjut populasi Orangutan," kata Asep.
Demikian pula yang terjadi di dalam kawasan Taman Nasional Kutai,
pada tahun 1993 populasi diperkirakan 1.200-2.100 individu berdasarkan
data dari Dr Akira Suzuki peneliti orangutan dari Kyoto University
Jepang di TNK. Dan tahun 1998 diperkirakan 200-600 individu.
"Hasil inventarisasi tahun 2010 ditemukan kurang lebih 2.000
individu namun hal ini berarti fragmentasi habitat yang menyebabkan
orangutan terkumpul di satu tempat," ujar Asep.
Kepala TNK ini berharap kepedulian semua pihak terutama upaya
pelestarian orangutan di kawasan TNK maupun perusahaan perkebunan hutan
tanaman industri di sekitarnya terhadap keberadaan orangutan untuk turut
menjaga populasinya agar tidak punah. (*)
Kepala Balai TNK: Keberadaan Orangutan Kian Terdesak
Sabtu, 7 April 2012 14:33 WIB