Samarinda (ANTARA News Kaltim) - Rencana pembangunan menara pemancar telekomunikasi senilai Rp2 miliar di kawasan perbatasan Kalimantan Timur dengan Malaysia bagian timur kini memasuki proses lelang dan diharapkan pengerjaannya bisa segera dimulai.
"Target kami adalah tahun 2012 harus terbangun menara telekomunikasi di perbatasan. Pada 2011 pembangunannya gagal akibat dananya kurang karena harga bahan bangunan saat itu naik drastis," kata Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Provinsi Kaltim, M Jauhar Efendi, di Samarinda, Sabtu.
Menara pemancar telekomunikasi yang akan dibangun itu tepatnya di Desa Long Nawang, Kecamatan Kayan Hulu, Kabupaten Malinau. Desa ini terletak di perbatasan dengan negeri Jiran, Malaysia.
Pada 2011, lanjut dia, sebenarnya di desa itu sudah ada anggaran dari APBD Kaltim untuk pembangunan menara telekomunikasi dengan nilai sekitar Rp1 miliar.
Namun karena harga semen dan material lainnya yang membengkak hingga mencapai Rp1 juta sampai Rp1,5 juta per sak, maka dananya tidak mencukupi sehingga pembangunannya dibatalkan.
Kini pada 2012 kembali dianggarkan dengan nilai Rp2 miliar. Dia berharap agar harga material di kawasan itu tidak mengalami kenaikan sehingga dananya mencukupi untuk mendirikan menara yang tingginya dirancang 70 meter itu.
Sebenarnya, lanjut dia, dia memprogramkan untuk membangun tiga menara sekaligus pada 2012 yakni satu di Malinau, satu di Nunukan dan satu lagi di Kutai Barat.
Pasalnya, tiga kabupaten ini letaknya berbatasan langsung dengan Malaysia, yakni mulai sebelah Utara hingga Selatan Provinsi Kaltim.
Namun karena dana dari APBD yang terbatas karena digunakan untuk pembangunan lain yang juga sifatnya mendesak, maka pembangunan menara di perbatasan harus dilakukan bertahap.
"Kami targetkan pembangunan menara di Malinau tuntas pada 2012, selanjutnya pada 2013 diprogramkan pembangunan menara di Nunukan, dan pada 2014 akan dibangun lagi di Kutai Barat," katanya.
Satu menara, lanjut dia, akan bisa dimanfaatkan untuk tiga operator, baik Telkomsel, Indosat ataupun operator lain yang berkeinginan untuk mengembangkan perusahaan telekomunikasinya di kawasan perbatasan, pedalaman dan daerah terpencil di Kaltim.
Terkait harga sewa dari operator terkait yang ingin memanfaatkan menara, hal itu akan dibicarakan kemudian, yakni setelah menara tuntas dan ada operator yang berminat.
Awalnya, lanjut dia, sebelum program pembangunan menara di perbatasan digulirkan, pihaknya sudah berkomunikasi dengan sejumlah operator selular, terutama dari Tekomsel karena di Kaltim lebih banyak pengguna Telkomsel.
Namun pihak Telkomsel tidak bersedia karena biayanya terlalu tinggi, sedangkan jumlah masyarakatnya lebih sedikit dari pada di perkotaaan, sehingga berdasarkan perhitungan perusahaan, hal itu akan rugi karena dalam beberapa tahun tidak bisa kembali modal.
"Ketika perusahaan komunikasi tidak bersedia memenuhi permintaan masyarakat, maka mau tidak mau pemerintah harus melayaninya, kemudian kami memprogramkan untuk membangun menara telekomunikasi di perbatasan," katanya.
Dari hasil pantauannya, lanjut dia, masyarakat di perbatasan sudah banyak yang memiliki handphone (HP), namun hingga saat ini belum dapat digunakan karena belum ada sinyal, sehingga HP mereka hanya digunakan untuk mendengarkan lagu dan memotret. (*)