Jakarta (Antaranews) - Belakangan tidak sedikit nama-nama publik figur yang muncul dalam berita karena tertangkap basah saat menggunakan narkoba.
Mereka tertunduk malu di hadapan kamera para media dengan ditemani sejumlah polisi di sampingnya. Merasa bersalah, barangkali takut, namun ada juga yang masih menebar senyum.
Artis perempuan Jennifer Dunn, yang ditangkap polisi beberapa waktu lalu, merupakan salah satu pengguna narkoba yang masih menebar senyum saat ditangkap polisi. Bahkan, terlihat tidak ada raut penyesalan pada saat ia mengatakan "aku menyesal,".
Begitu percaya dirinya Jennifer saat dicokok polisi kemungkinan disebabkan oleh efek pemakaian narkoba yang masih berlanjut.
Polisi menyebutkan bahwa Jennifer Dunn sering memesan sabu-sabu untuk konsumsi pribadinya. Dilihat dari jenis zatnya, sabu-sabu merupakan zat narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza) yang bersifat stimulan.
Dokter spesialis kesehatan jiwa dari RS Persahabatan dr Tribowo T Ginting Sp Kj menjelaskan napza yang bersifat stimulan bisa merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan gairah yang bisa memberikan efek aktif, segar, dan bersemangat bagi penggunanya.
Amfetamin atau sabu-sabu, ekstasi dan kokain adalah jenis-jenis zat napza yang termasuk dalam golongan stimulan.
Sementara narkoba jenis depresan memiliki efek kebalikan dari stimulan. Zat depresan seperti, morfin, heroin, putaw akan memberikan efek tenang, nyaman, dan bahkan tertidur karena efeknya mengurangi aktivitas fungsional tubuh.
Jenis terakhir dari narkoba ialah zat halusinogen dengan menimbulkan efek halusinasi yang bersifat mengubah perasaan dan pikiran. Golongan ini termasuk ganja dan LSD.
Efek yang telah disebutkan merupakan efek jangka pendek yaitu yang didapat saat penggunaan narkoba. Namun, efek tersebut bisa berdampak hingga jangka panjang saat seseorang bahkan sudah berhenti menggunakan narkoba.
Apalagi jika seseorang tersebut telah menyalahgunakan narkoba dalam periode satu tahun, secara rutin setiap bulan.
Zat-zat napza yang masuk ke dalam tubuh bisa memengaruhi zat kimia di otak sehingga keseimbangan zat di pusat kendali manusia tersebut akan terganggu.
Efek jangka panjangnya apabila ada masalah muncul kondisi mental cemas, depresi, takut akan kehadiran orang lain dan sebagainya.
Hal yang lebih parah jika seseorang yang menggunakan zat depresan dan halusinogen dalam jangka waktu yang lama dan dengan dosis yang tinggi, efeknya bisa menyebabkan gangguan jiwa psikotik atau yang dalam bahasa awamnya biasa disebut gila.
Efek jangka panjang ini bisa terjadi bahkan saat pengguna berhenti memakai narkoba. Kendati efek berhalusinasi, cemas, depresi juga bisa terjadi dalam jangka pendek.
Efek gangguan mental tersebut bisa terjadi saat dalam kondisi menggunakan narkoba (intoksinasi) atau bisa juga terjadi pada saat pengguna mulai berhenti ("withdrawal").
Sebuah laporan yang diterbitkan pada pertengahan 2017 di Australia menyebutkan semakin banyaknya kasus gangguan jiwa yang dialami oleh pemakai narkoba, khususnya ekstasi dan sabu-sabu, meskipun jumlah pemakainya mulai menurun.
Psikologis Memengaruhi
Tidak jarang juga terwartakan seseorang atau publik figur yang pernah diciduk polisi karena penyalahgunaan narkoba kembali lagi tertangkap lantaran mengulangi perbuatan yang sama.
Meskipun sudah menjalani masa rehabilitasi, mantan pemakai narkoba bisa saja kembali terjerumus dalam lubang yang itu-itu juga.
Dokter Tribowo menjelaskan psikologis seseorang sangat memengaruhi dalam mencoba kembali narkoba yang telah ditinggalkan oleh pemakainya.
Otak manusia memiliki kemampuan yang sangat baik dalam menyimpan memori, terlebih ingatan yang berkesan.
Pada saat seseorang menggunakan napza, ada dopamin yang keluar dalam jumlah cukup banyak dan akan menyebabkan pelepasan zat kimia lain yang membuat jadi rileks serta nyaman. Otak manusia mengingat memori nan menyenangkan itu lekat-lekat.
Saat mantan pengguna narkoba melihat sesuatu yang mengingatkannya pada rasa nyaman itu, misalnya tempat dia biasa memakai atau alat untuk memakai, bisa menimbulkan keinginannya untuk mencoba kembali.
Jika di masa dulu seorang mantan pemakai menyalahgunakannya dalam periode waktu yang lama, disertai dosis yang tak kira-kira, semakin kuat muncul keinginan untuk memakainya kembali.
Tidak ada yang pasti mengenai kemungkinan orang dengan kepribadian seperti apa yang mudah terjerat narkoba. Semua orang bisa saja terpengaruh dan terkena bahaya narkoba.
Antisosial, narsistik, pribadi yang mengambang, bisa saja terkena narkoba. Terlebih lagi apabila seseorang tersebut mengalami kecemasan tinggi, depresi, rendah diri, merasa tertantang, dan ingin diakui bisa semakin mendekatinya dengan napza.
Kelompok remaja disebutkan sebagai kalangan yang paling rentan untuk mencoba menggunakan narkoba untuk pertama kali.
Sifat alami remaja yang selalu ingin tahu hal baru, jiwa kompetisi yang muncul ketika ditantang, dan membutuhkan pengakuan membuatnya mudah terpengaruh oleh ajakan orang lain dalam menyalahgunakan narkoba.
Psikolog Pendidikan Najeela Shihab mengatakan keluarga dan sekolah sangat berperan penting dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba, khususnya di kalangan remaja.
Menurut dia, keluarga dan sekolah harus memastikan bahwa anak mengenal tubuhnya dengan baik, memahami mana makanan yang sehat dan bermanfaat yang sebetulnya bisa dilakukan sejak masa prasekolah.
Pada usia sekolah dasar, anak perlu meningkatkan kompetensi di berbagai bidang agar anak menemukan kegemaran belajar dan mengisi waktu dengan baik untuk menunjang kesuksesan baik akademik maupun non akademik.
Kemudian pada masa sekolah menengah, kata Najeela Shihab, anak perlu bimbingan memilih lingkungan pergaulan dan menghadapi tekanan kelompok, mempertahankan kebiasaan olahraga dan beribadah dengan baik.
Seseorang yang mengalami kondisi tidak baik di lingkungan keluarga atau pola asuh yang salah dari orang tua, atau berlatar belakang keluarga "broken home", rentan terjerumus pada penyalahgunaan narkoba meskipun tidak selalu begitu.
Kebutuhan seorang anak harus tetap dipenuhi oleh keluarga agar tidak terjerumus pada narkoba. Merasa terpenuhi bukan dalam artian secara materi, tetapi terpenuhi secara umum.
Komunikasi yang baik dalam keluarga, dan bagaimana anak diperlakukan sehingga merasa nyaman pada lingkungan di rumahnya akan menjadi satu benteng dalam menghindari penyalahgunaan narkoba. (*)