Samarinda (Antaranews Kaltim) - Pemerhati lingkungan memprediksi sekitar 300 tahun ke depan warga Samarinda, Kalimantan Timur, beserta pihak yang berkepentingan baru bisa menyadari betapa pentingnya peran dan fungsi sungai bagi kehidupan manusia dan makhluk lain di sekelilingnya.
"Sekitar 300 tahun ke depan sadar jika kita semua mau belajar dan bergerak dari sekarang, jika tidak, sampai kapanpun tidak akan paham tentang sungai," ujar Ketua Gerakan Memungut Sehelai Sampah Sungai Karang Mumus (GMSS -SKM) Samarinda, Misman di Samarinda, Minggu.
Perlunya waktu yang sangat lama dalam penyadaran karena masalah yang dihadapi saat sangat kompleks, di antaranya terkait dengan budaya masyarakat yang suka membuang sampah ke sungai.
Parahnya, mereka tidak merasa bersalah atas perbuatan keji ini karena dianggap sudah tradisi. Padahal perbuatan ini menyalahi norma sosial dan aturan pemerintah.
"Membangun fisik sangat mudah jika ada uang, tapi membangun budaya itu yang sangat sulit karena perlu waktu ratusan tahun dan harus dicontohkan setiap hari. Inilah waktu yang paling lama dalam membangun budaya agar warga tidak membuang sampah ke sungai," tuturnya perlahan.
Penyadaran bentuk lain yang juga perlu perhatian serius oleh semua pihak adalah terkait riparian dan ruang sungai yang tidak boleh digunakan untuk tempat pemukiman, perkebunan, pendirian bangunan, maupun kegiatan lain yang merusak garis sempadan maupun ruang sungai.
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, kemudian Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai, maka garis sempadan harus dipertahankan guna melindungi manusia dari bencana sekaligus menjaga ekosistem sungai.
Mengacu pada aturan tersebut, maka daerah aliran sungai (DAS) Sungai Karang Mumus (SKM) mencapai 500 meter karena termasuk sungai besar, sehingga untuk kawasan dalam kota garis sempadannya sejauh 50 meter dan di luar perkotaan dengan garis sempadan 100 meter.
Sedangkan kondisi yang terjadi sekarang, riparian dan garis sempadan yang merupakan ruang sungai, nyaris tidak ada karena banyak bangunan yang bukan hanya masuk ke garis sempadan, tapi juga banyak yang berdiri di badan sungai.
"Inilah di antara permasalahan yang dimaksud dengan membutuhkan waktu hingga 300 tahun untuk membuat warga dan pemerintah paham tentang sungai. Kalau dari sekarang ada komitmen menyadarkan bahwa ruang sungai jangan diganggu, saya yakin 300 tahun ke depan SKM lebih bersih, asri, dan bisa menjadi objek wisata," katanya.
Dalam waktu 300 tahun tersebut, hal yang bisa dilakukan pemerintah terkait penanganan bangunan di garis sempadan adalah penetapan status kuo, yakni bangunan yang ada tidak boleh dikembangkan atau direnovasi jika rusak karena masuk jalur hijau.
Kemudian hal lain yang bisa dilakukan pemerintah adalah melakukan relokasi jika anggarannya ada sehingga bisa mempercepat target tidak sampai 300 tahun. Relokasi juga harus diimbangi dengan sosialisasi larangan menebang pohon dan tanaman apapun yang ada di kanan maupun kiri sungai (riparian) karena tanaman riparian berfungsi sebagai filter polutan. (*)
Diprediksi 300 Tahun ke Depan Warga Samarinda Pahami Fungsi Sungai
Minggu, 7 Januari 2018 16:53 WIB
Membangun fisik sangat mudah jika ada uang, tapi membangun budaya itu yang sangat sulit karena perlu waktu ratusan tahun