Jakarta (ANTARA Kaltim) - Pembayaran nontunai atau menggunakan uang elektronik di Indonesia hingga kini masih rendah karena di bawah 1 persen dari total jumlah semua jenis transaksi, sehingga kampanye Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT) harus terus dikumandangkan.
"Mengingat pembayaran e-money saat ini masih rendah, sementara kami ingin pada 2024 sudah ada 25 persen pengguna e-money, maka sosialisasi GNNT harus gencar," kata Deputi Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Susiati Dewi di Jakarta, Senin.
Pembayaran menggunakan uang elektronik (e-money) perlu dilakukan karena terdapat beberapa keuntungan di antaranya untuk keamanan bagi masyarakat dari tindak kejahatan, termasuk memudahkan warga yang tidak harus membawa uang banyak namun bisa belanja dalam jumlah banyak.
Selain itu, pembayaran nontunai juga bisa menghemat anggaran negara, karena pemerintah harus mengeluarkan biaya Rp70 triliun per tahun untuk mencetak uang, sehingga biaya pencetakan uang bisa dikurangi jika semakin banyak warga yang menggunakan pembayaran non tunai.
Ditanya mengenai berapa beban biaya yang bisa dikurangi dalam mencetak uang jika pengguna e-money meningkat, Dewi mengatakan harus perlu dihitung lagi sesuai tingkat perkembangan, namun yang pasti negara harus tetap mencetak uang sebagai alat pembayaran tunai, namun biaya pencetakan uang memang bisa berkurang jika tidak banyak uang tunai yang beredar.
Selain itu, biaya distribusi uang ke daerah-daerah juga bisa ditekan jika pengguna uang tunai berkurang, karena untuk pengiriman uang memang cukup ketat dan harus melibatkan aparat keamanan.
Ia juga menginginkan ke depan hampir semua transaksi maupun pembayaran bisa dilakukan secara elektronik, meskipun hanya membeli sayur, cabai, atau daun pisang yang harganya hanya Rp5 ribu.
"Ke depan, mesin transaksi nontunai tidak besar seperti ATM yang perlu keamanan ekstra dan susah dibawa ke mana-mana, tetapi mesinnya akan kecil seperti handphone yang dihubungkan dengan kartu non tunai, maka sudah bisa melakukan pembayaran," ucap Dewi. (*)
BI: Pembayaran Nontunai Masih Rendah
Senin, 10 Oktober 2016 22:50 WIB