Samarinda (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur membentuk Satuan Tugas (Satgas) khusus dalam pemberantasan tambang ilegal untuk menyasar sedikitnya 108 titik aktivitas penambangan tanpa izin yang telah terdeteksi di wilayah tersebut.
"Langkah itu merupakan tindak lanjut konkret atas arahan pemerintah pusat yang meminta pengawasan ketat terhadap seluruh aktivitas pertambangan ilegal, termasuk yang merambah kawasan hutan lindung," kata Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim Bambang Arwanto, di Samarinda, Sabtu.
Ia menjelaskan, Satgas ini difokuskan untuk menjalankan tiga fungsi utama, yakni pengawasan, pemantauan, dan memfasilitasi tindakan tegas terhadap praktik tambang yang merusak lingkungan dan merugikan negara.
Menurut Bambang, pemberantasan tambang ilegal menghadapi tantangan yang dinamis. Dari 108 titik yang terdeteksi, sebagian merupakan lokasi aktif dan sebagian lainnya tidak aktif. Namun, para pelaku seringkali menerapkan pola operasi "kucing-kucingan".
"Pola operasinya kerap berubah. Mereka sering berhenti sementara ketika ada pengawasan, lalu kembali beroperasi saat situasi dianggap aman. Kondisi ini membuat pemantauan menjadi tidak mudah dan memerlukan strategi khusus," ungkapnya.
Praktik pertambangan tanpa izin ini membawa konsekuensi serius bagi Kalimantan Timur. Dampak paling nyata adalah kerusakan lingkungan, seperti perubahan bentang alam, pencemaran sumber air, dan hilangnya keanekaragaman hayati.
Selain itu, kegiatan ilegal ini sepenuhnya mengabaikan standar keselamatan kerja sehingga sangat rentan menimbulkan korban jiwa.
Lebih lanjut, para pelaku tidak memiliki kewajiban untuk melakukan reklamasi atau pemulihan lahan pasca-tambang.
Akibatnya, mereka hanya meninggalkan lubang-lubang galian berbahaya yang mengancam ekosistem dan keselamatan warga sekitar.
Untuk memperkuat upaya penertiban, Pemprov Kaltim juga telah membuka kanal pengaduan bagi masyarakat yang ingin melaporkan keberadaan tambang ilegal di lingkungannya.
Bambang mengonfirmasi bahwa sejumlah laporan yang masuk telah ditindaklanjuti secara serius, bahkan beberapa di antaranya telah berujung pada proses hukum hingga penangkapan pelaku oleh aparat.
Meski demikian, dia menegaskan bahwa pemberantasan praktik culas ini tidak bisa dilakukan sendiri oleh pemerintah daerah.
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), kewenangan penindakan pidana berada di tangan aparat penegak hukum (APH).
"Pasal 158 dalam UU Minerba menegaskan bahwa pertambangan tanpa izin adalah tindak pidana. Peran kami di daerah adalah melakukan pengawasan, pendataan, dan pelaporan. Eksekusi penindakan hukum tetap menjadi kewenangan APH," terangnya.
Oleh karena itu, Satgas yang sedang dalam proses finalisasi ini akan menjadi jembatan koordinasi yang efektif antara pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan APH.
