Tana Paser (ANTARA Kaltim) - Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak mengatakan pemerintah provinsi, kabupaten/kota, dunia usaha, dan masyarakat perlu memiliki kesamaan komitmen dalam mencegah dan menanggulangi bencana, termasuk dalam upaya meringankan beban para korban.
"Bencana tidak bisa diprediksi kapan akan terjadi, termasuk kepada siapa bencana akan menimpa, sehingga semua perlu waspada dan memiliki komitmen sama dalam menanggulangi," kata gubernur dalam sambutan yang dibacakan Bupati Paser Ridwan Suwidi saat Rakor Penanggulangan Bencana se-Kaltim di Tanah Paser, Senin.
Menurut ia, semua pihak perlu menyadari bahwa alam dan lingkungan hidup saat ini sudah banyak berubah, sehingga perlu langkah dan upaya untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana.
Kondisi Kaltim secara empiris dapat dilihat dengan perubahan kondisi biogeofisik alam, pemanasan global dan perubahan iklim yang melanda hampir seluruh belahan bumi saat ini, sehingga menghasilkan dampak perubahan iklim dan cuaca yang tidak beraturan.
Ia menambahkan degradasi sumber daya alam dan lingkungan telah menimbulkan berbagai fenomena alam yang memicu terjadinya bencana, seperti elnino yang menyebabkan kekeringan, kemarau panjang, kebakaran hutan dan lahan, serta gangguan asap.
"Termasuk munculnya la-nina yang menyebabkan curah hujan melebihi normal, sehingga dapat menimbulkan bencana banjir dan tanah longsor, juga dampak lain yang ditimbulkan seperti kerawanan pangan dan timbulnya hama penyakit," ujarnya.
Gubernur mengatakan pembangunan yang pesat di segala bidang juga menimbulkan berbagai dampak positif besar, tetapi di sisi lain juga menyebabkan dampak negatif pada lingkungan alam, sosial, ekonomi serta teknologi yang dapat memicu dan berisiko bencana.
"Risiko bencana itu seperti tidak ditaatinya rencana tata ruang, pengusahaan sumber daya alam yang kurang memperhatikan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dan kelestarian lingkungan," tambahnya.
Selain itu, gagal teknologi juga mengakibatkan kondisi lingkungan bertambah rusak dan makin tidak seimbang.
"Sementara itu, akibat eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkontrol menyebabkan hutan semakin rusak. Begitu pula yang terjadi pada sektor pertambangan batu bara dan perkebunan," katanya. (*)