Balikpapan (ANTARA) - Pemerintah Kota Balikpapan menekankan pentingnya penyusunan regulasi tata ruang yang adaptif dan relevan dengan arah pembangunan kota sebagai pusat jasa dan kegiatan Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE)
“Balikpapan ini bukan kota tambang, identitas kita sebagai kota jasa dan MICE harus diperkuat. Setiap bulan minimal ada satu atau dua kegiatan nasional yang digelar di sini,” kata Wakil Wali Kota Balikpapan, Bagus Susetyo, Kamis (26/6).
Ia menyebutkan, penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang saat ini direvisi merupakan bagian dari upaya sinkronisasi perencanaan ruang dengan dinamika kebutuhan aktual masyarakat dan arah pengembangan ekonomi kota.
“Revisi RDTR ini menjadi fasilitas bagi kita untuk menilai kembali sejauh mana program pengembangan kota berjalan, apakah sesuai dengan peruntukan ruang, dan apakah masih relevan dengan kebutuhan masyarakat serta arah kemajuan kota,” ujarnya.
Bagus menuturkan, bahwa pembangunan kota harus diarahkan untuk memperkuat ekosistem jasa, pariwisata, dan sektor ekonomi kreatif yang menjadi daya saing utama Balikpapan di masa depan.
Ia juga menyoroti pola uji publik regulasi yang kerap dilakukan di tahap akhir penyusunan. Menurutnya, hal tersebut membuat partisipasi masyarakat dan pelaku usaha menjadi tidak optimal.
“Saya selalu sampaikan, uji publik jangan dilakukan di akhir. Kalau semua sudah disiapkan baru diuji publik, ya pasti akan repot, harusnya sejak awal sudah melibatkan semua pihak,” katanya.
Oleh sebab itu, ia mendorong agar sejak awal proses penyusunan RDTR maupun siteplan, seluruh pemangku kepentingan dilibatkan, mulai dari pelaku industri konstruksi, akademisi, masyarakat, hingga asosiasi pengembang.
Sehingga ketika masuk ke finalisasi, semua sudah terakomodasi dan tidak ada yang merasa dirugikan.
Dalam pertemuan konsultasi publik penyusunan siteplan bangunan umum dan perumahan dihadiri perwakilan dinas teknis dan asosiasi pengembang, Bagus menekankan bahwa kenyamanan kota harus menjadi prioritas utama.
Menurutnya kenyamanan bukan hanya urusan teknis, tetapi juga menyangkut aspek psikologis warga.
“Kenyamanan itu soal perasaan. Orang merasa nyaman tinggal di kota karena kebutuhan dasarnya terpenuhi dan tidak ada gangguan bencana. Air lancar, listrik cukup, jalan terang, tidak macet, tidak banjir, itu indikator kenyamanan,” jelasnya.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya percepatan penyediaan rumah layak huni bagi masyarakat, seiring tingginya kebutuhan perumahan di Kalimantan Timur yang mencapai sekitar 30 ribu unit per tahun.
“Kita ingin kebutuhan itu segera terpenuhi. Presiden terpilih, Pak Prabowo, sudah mencanangkan program 3 juta rumah, kita harus bersinergi dengan program nasional itu,” ujarnya.
Terkait dengan percepatan pembangunan perumahan, Bagus menekankan bahwa Pemerintah Kota Balikpapan memberikan sejumlah kemudahan perizinan melalui sistem Online Single Submission (OSS) yang terintegrasi dengan UU Cipta Kerja.
“Kalau peruntukannya sesuai, cukup input koordinat, klik, maka pengembang sudah bisa menguasai lahan yang akan dibangun,” ungkapnya.
Meski demikian, ia mengingatkan bahwa saat masuk ke proses siteplan, kewenangan pemerintah kota tetap penting untuk mengawal kesesuaian teknis dan penataan ruang.
Sebagai insentif bagi pengembang rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), Bagus menyebutkan bahwa Pemkot telah menggratiskan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
“BPHTB dan PBG untuk MBR kita gratiskan. Sudah ada 20 pemohon yang memanfaatkan kebijakan ini,” ujarnya.
Bagus berharap revisi RDTR yang sedang berlangsung dapat menjadi momentum untuk menyempurnakan arah pembangunan kota secara partisipatif, efisien, dan berkelanjutan. (Adv).
