Sangatta (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) saat ini tengah mempersiapkan penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) dari limbah sawit yang akan diubah menjadi biogas, sebagai bahan bakar pembangkit listrik.
"Kami akan memfasilitasi skema kerja sama antara PLN dan perusahaan sawit untuk memanfaatkan limbah cair sawit yang diubah menjadi biogas," kata Kepala Bagian Sumber Daya Alam (SDA) Pemkab Kutim Arif Nur Wahyuni, di Sangatta, Selasa.
Dia menyebutkan hal tersebut untuk memenuhi kebutuhan listrik desa, sebanyak 22 dari 141 desa yang belum tersentuh layanan listrik di Kutai Timur. Dengan memanfaatkan limbah sawit menjadi salah satu solusi terhadap desa yang belum teraliri listrik.
Wahyuni menjelaskan Kutim memiliki areal perkebunan sawit yang sangat luas. Dari itu, tidak sedikit limbah sawit yang dihasilkan, jika tidak dikelola dengan baik dapat berpotensi mencemari lingkungan.
Menurutnya, jika limbah sawit tidak dikelola dengan baik, dampaknya besar terhadap atmosfer. Sementara, Pemerintah Pusat membatasi energi fosil. Maka, masa depan adalah energi hijau, salah satunya biogas sawit. Potensi energi tersembunyi dalam limbah cair sawit tidak hanya mampu menghasilkan listrik, tetapi juga mendukung agenda transisi energi nasional.
Dia mengatakan emisi gas metana yang dilepaskan limbah sawit bila dikelola dengan teknologi biodigester. Zat metana bisa ditangkap dan digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik.
Lanjutnya, penggunaan biogas tersebut juga memberikan efek efisiensi ekonomi yang signifikan, namun, transisi energi itu tetap ada tantangan tersendiri.
Sementara itu, Manager Biogas dan Power Plant PT Prima Multi Mineral (PMM) Sangkulirang Joko Pratomo menjelaskan, tantangan besar yang dihadapi dalam memanfaatkan biogas sawit di Kutim.
"Tidak semua pabrik memiliki akses teknologi pengolahan biogas yang baik. Investasi yang besar serta keterbatasan sumber daya manusia jadi masalah utama," jelasnya.
Selain itu, dia juga menyinggung hambatan dalam mengubah energi biogas menjadi tenaga listrik. Persoalan adalah distribusi biogas itu terbilang sulit.
"Kalau energi dari biogas ingin dijual ke PLN, perlu jaringan listrik yang terhubung serta regulasi tarif yang mendukung. Sementara tidak semua pabrik di Kutim dekat dengan jaringan listrik nasional," katanya.