Sangasanga, Kaltim (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Pemkab Kukar), Kalimantan Timur, mengajak generasi penerus bangsa meningkat sumber daya manusia (SDM) secara terus-menerus dalam memaknai peringatan Peristiwa Merah Putih Sangasanga untuk mengusir penjajah 78 tahun lalu.
"Peringatan Peristiwa Merah Putih Sangasanga yang digelar pada 25 Januari sampai 1 Februari 2025 ini memiliki banyak makna, salah satunya jadi momentum meningkatkan SDM di berbagai bidang agar kita tidak dijajah dari sisi ekonomi dan lainnya," kata Asisten I Setiap Kukar Akhmad Taufik Hidayat di Sangasanga, Senin.
Peningkatan SDM di berbagai sektor merupakan keharusan untuk ketahanan nasional, karena penjajahan zaman dulu dengan zaman modern jauh berbeda, yakni dulu para pejuang mengangkat senjata untuk mengusir senjata, sedangkan di zaman modern ini potensi penjajahan bisa dari sisi teknologi, ekonomi, budaya, dan lainnya.
Untuk menangkal potensi penjajahan ini, kata dia, maka generasi bangsa harus kuat sesuai dengan bakat dan minat masing-masing individu, jika minat di bidang teknologi, maka kemampuan ini harus terus ditingkatkan agar bisa menjadi ahli, begitu pula bagi individu lain yang punya bakat tertentu.
Akhmad Taufik juga mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) atas semua dukungan yang diberikan baik moril maupun spiritual, termasuk telah menjadikan Peringatan Peristiwa Perjuangan Merah Putih Sangasanga ini menjadi agenda tetap Provinsi Kaltim yang dilaksanakan rutin setiap tahun.
"Terima kasih yang tinggi juga untuk Camat Sangasanga karena telah menyiapkan giat ini sejak awal, kemudian penghargaan kepada seluruh masyarakat Sangasanga yang terus berperan aktif dalam peringatan ini, termasuk para pelaku UMKM yang turut ambil bagian menyajikan beragam kuliner dan suvenir," katanya.
Ia melanjutkan, peringatan Peristiwa Merah Putih yang diselenggarakan setiap tahun adalah upaya seluruh masyarakat Kukar untuk mengenang kembali perjuangan para pejuang yang ingin mempertahankan Sangasanga dari penjajahan Belanda.
Peristiwa ini berawal ketika tentara Belanda (NICA) pada 1945 menguasai Sangasanga yang kaya minyak bumi, sehingga membuat rakyat Sangasanga bersama para pejuang yang tergabung dalam Badan Pembela Republik Indonesia (BPRI) mengusir Belanda.
Pejuang Sangasanga kemudian mengadakan rapat untuk merebut gudang senjata Belanda dengan cara mengalihkan perhatian penjajah ke berbagai keramaian kesenian pada 26 Januari 1947.
Di tengah keramaian itu, para pejuang membagikan senjata dan amunisi untuk merebut kekuasaan, pukul 03.00 Wita dini hari (27 Januari), perjuangan pun berhasil, sehingga pukul 09.00 Wita, Sangasanga berhasil dikuasai pejuang, ditandai dengan penurunan bendera Belanda di Sangasanga Muara oleh La Hasan.
Bendera Belanda yang terdiri tiga warna, yakni merah, putih, dan biru ini, kemudian dirobek warna birunya, lalu dinaikkan kembali bendera yang tinggal berwarna merah putih dengan upacara yang dihadiri para pejuang dan seluruh masyarakat.*