Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI mempertajam pemahaman jurnalisme investigasi dan data bagi wartawan di Kalimantan Timur (Kaltim).
"Kami mengundang para awak media di Kaltim dalam lokakarya penulisan jurnalistik. Tujuannya untuk meningkatkan pemahaman wartawan dalam pemberitaan kasus korupsi," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK RI Ali Fikri di hadapan sekitar 90 jurnalis di Samarinda, Rabu.
Dia menyampaikan, lokakarya ini penting untuk membedakan korupsi dan tindak pidana lainnya. Menurut Fikri, korupsi hanya bisa dipidana jika memenuhi unsur pasal, dan ada 30 tipologi korupsi yang merugikan negara.
Fikri menekankan pentingnya memahami perbedaan suap dan gratifikasi. Suap terjadi saat ada kepentingan saat itu juga, seperti saat pengadaan barang dan jasa. Sedangkan gratifikasi adalah pemberian sesuatu tanpa ada kepentingan saat itu.
Ia juga memaparkan tipologi lain, seperti konflik kepentingan dan menghalangi proses penyidikan.
"Seseorang yang dipanggil sebagai saksi dan membantu pengungkapan perkara, tapi dia malah membantu pelaku, bisa dihukum lebih tinggi dari pemberi suap," tegasnya.
Fikri menambahkan, KPK memiliki tiga strategi untuk menurunkan angka korupsi, yakni pendidikan, pencegahan, dan penindakan. Ia menjelaskan, pendidikan antikorupsi dilakukan sejak dini, dari PAUD hingga perguruan tinggi, bahkan kepada pejabat publik dari tingkat desa hingga negara.
Salah satu upaya pencegahan adalah pengawalan dana desa. KPK punya bagian yang turun ke seluruh provinsi hingga ke desa untuk memastikan anggaran digunakan tepat sasaran.
Ia berharap Kaltim, dengan hasil survei integritas yang masih rentan dan sudah dilakukan perbaikan, bisa berkomitmen agar tidak ada penindakan.
"Penindakan penting, tapi harus sejalan dengan pendidikan dan pencegahan. Tangkap tangan bukan tujuan, tapi untuk menindak korupsi," ucap Fikri.
Lokakarya penulisan jurnalistik oleh KPK RI kepada awak media di Kaltim, dihadiri narasumber dari Tempo oleh Linda Novi Trianita yang membahas tentang jurnalisme investigasi dan juga narasumber Katadata oleh Aria Wiratma Yudhistira yang membedah soal jurnalisme data.