Jakarta (ANTARA) - Peluit panjang yang ditiup wasit asal Korea Selatan Kim Daeyong dalam laga terakhir Grup K kualifikasi Piala Asia U-23 2024 antara Indonesia dan Turkmenistan di Stadion Manahan, Solo, Selasa (12/9), menandai sejarah baru yang diciptakan Garuda Muda.
Bunyi peluit panjang itu memastikan Timnas Indonesia U-23 mengunci kemenangan 2-0 atas Turkmenistan melalui gol dari Ivar Jenner dan Pratama Arha
Tiga siulan nyaring peluit itu adalah puncak rasa haru dan bangga 15.890 penonton yang hadir di Stadion Manahan pada pertandingan itu, dan juga seluruh masyarakat Indonesia yang menyaksikan melalui layar kaca sang Garuda Muda terbang ke level Asia.
Timnas U-23 melaju ke putaran final yang pada edisi kali ini dimainkan di Qatar pada 15 April sampai 3 Mei itu dengan laju sempurna dari dua laga kualifikasi Grup K dengan mengumpulkan 6 poin, mencetak 11 gol, dan tanpa kebobolan.
Adalah Shin Tae-yong yang menjadi aktor utama timnas U-23 melenggang ke Asia untuk pertama kali. Pelatih asal Korea Selatan yang dikontrak Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Januari 2020 berbekal portofolio mentereng seperti ketika mengalahkan Jerman dengan skor 2-0 di Piala Dunia 2018 saat masih menukangi timnas Korea Selatan itu, tahun ini menuai hasil-hasil yang manis dari kerja kerasnya tiga tahun silam.
Pujian dari berbagai arah seketika langsung menghampiri Shin setelah ia mencatatkan sejarah di timnas U-23, salah satunya adalah dari mantan pelatih timnas U-23 yang kini menjadi pelatih klub Persikabo 1973 Aji Santoso.
Dihubungi ANTARA pada Kamis (14/9), Aji yang dulu sempat memegang timnas U-23 untuk kualifikasi Piala Asia U-23 2013 dan 2016, tapi gagal melaju ke putaran final mengatakan peran Shin pada keberhasilan timnas U-23 menembus putaran final Piala Asia U-23 untuk pertama kalinya begitu vital.
Sebagai sesama pelatih, ia mengatakan Shin mampu memberikan warna tersendiri bagi permainan timnas U-23 dari segi menyerang atau bertahan. Penampilan-penampilan apik dari beberapa pemain timnas U-23 seperti Pratama Arhan, Marselino Ferdinan, Ivar Jenner, hingga Rafael Struick, kata Aji, adalah buah dari instruksi yang tepat yang dikomandoi oleh pelatih asal Korea Selatan tersebut.
Hasilnya, dari dua laga kualifikasi, timnas U-23 tampil kolektif dengan gol yang mampu dilesatkan hampir setengah punggawa dan tidak ketergantuangn dari peran para striker.
Timnas U-23 adalah level timnas ketiga yang dibseti Shin ke Piala Asia setelah sebelumnya juga membawa timnas senior dan timnas U-20 ke kancah Asia.
Dimulai dari mengarsiteki timnas senior di kualifikasi Piala Asia 2023 pada Juni tahun lalu, Shin membawa Marc Klok dan kawan-kawan lolos ke Piala Asia 2023 Qatar 12 Januari 10 Februari tahun depan setelah finis sebagai runner-up di babak kualifikasi dengan 6 poin. Saat itu, tim Garuda hanya sekali kalah dengan Yordania, tim yang ada di atas Indonesia, dengan skor tipis 0-1.
Ajang Piala Asia level senior menjadi yang kelima diikuti Indonesia setelah terakhir kalinya pada 2007 yang saat itu menjadi tuan rumah Thailand, Malaysia, dan Vietnam.
Tangan dingin Shin lalu berlanjut saat menangani timnas U-20 yang saat itu dihuni pemain-pemain seperti Hokky Caraka, Arkhan Fikri, hingga Dony Tri Pamungkas. Pada laga kualifikasi yang dimainkan September 2022, timnas U-20 yang bergabung bersama Vietnam, Timor Leste, Hong Kong lolos ke putaran final setelah menyapu bersih tiga laga dengan kemenangan atau mendapatkan 9 poin.
Namun, pada putaran final Piala Asia U-20 2023 yang dimainkan di Uzbekistan Maret lalu, gagal lolos dari babak penyisihan grup karena menempati posisi ketiga dengan 4 poin. Satu-satunya kemenangan Indonesia saat itu adalah menaklukkan Suriah dengan skor tipis 1-0 melalui gol Hokky Caraka.
Menjadi sosok yang mengantarkan tiga level timnas ke Piala Asia, kata Shin, ada sebuah pencapaian yang membuatnya bangga dan mungkin masyarakat Indonesia merasakannya. Ia menyebut sepak bola Tanah Air sudah berkembang jauh lebih baik.
Memang benar, sejak pria Korea Selatan itu mengambil alih timnas, permainan 11 pemain terpilih di lapangan terlihat menyenangkan dan menggairahkan ditonton. Lebih berani memainkan apa itu “keindahan” permainan si kulit bundar, yang sudah percaya diri memainkan bola dari kaki ke kaki dan sudah tidak ada umpan-umpan lambung yang membosankan.
Mungkin sesekali umpan lambung itu ada. Namun, sudah tepat caranya yaitu dilambungkan saat rekan satu tim berada di ruang kosong atau menuju ke ruang kosong, bukan asal melambungkan bola ke depan karena tidak percaya diri memegang bola.
Tentu, mengantarkan tiga level timnas ke Piala Asia merupakan prestasi bagi Shin walaupun saat ini, pria 52 tahun itu belum mempersembahkan trofi. Namun, rasanya satu piala dalam genggaman itu tidak terlalu penting. Terlebih yang dipersoalkan adalah Piala AFF, trofi selevel Asia Tenggara.
Apalah daya jika masyarakat masih tidak memandang kesuksesan Shin hanya karena nihil trofi AFF. Mungkin saja, teriakan-teriakan bising itu layaknya buzzer di media sosial yang sebenarnya jumlahnya sedikit, tapi masif gerakannya.
Apa bangganya memenangkan Piala AFF berkali-kali, tapi level timnas hanya mentok di level Asia Tenggara. Timnas Singapura memenangkan Piala AFF empat kali, tapi sampai sejauh ini belum mampu menyentuh putaran final Piala Asia melalui jalur kualifikasi. Negara tetangga Indonesia itu hanya sekali merasakan Piala Asia yang ketika itu bermain sebagai tuan rumah pada edisi 1984.
Tiga tahun dan tiga kali meloloskan Indonesia ke Piala Asia adalah bukti bahwa persoalan trofi itu sekali lagi tidak layak untuk dibicarakan di atas meja.
Sebab, Shin telah membawa level sepak bola Indonesia terlalu kecil jika hanya bermimpi merajai Asia Tenggara. Shin menaikkan mental sepak bola Tanah Air bahwa dengan 270 juta penduduk, Indonesia patut bermimpi lebih tinggi, yaitu bersaing di Asia yang dibuktikan tiga level timnas telah ia bawa ke sana.
Nihilnya trofi bukanlah masalah karena mimpi sejati penggemar sepak bola adalah melihat tim kesayangannya tampil di Piala Dunia. Dengan membawa Indonesia ke level Asia, tentunya pintu menuju kejuaraan akbar itu semakin terbuka dan semakin dekat.
Timnas U-23 dan timnas senior memiliki peluang itu. Timnas U-23 menuju Olimpiade 2024 Paris, Prancis dan timnas senior melangkah ke Piala Dunia 2026 Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko yang akan diikuti sebanyak 48 tim dengan kuota zona Asia bertambah menjadi 8,5 atau delapan tim otomatis lolos dan satu tim dapat lolos jika berhasil melalui babak play-off. Bukan tidak mungkin, bermain di kejuaraan dunia nantinya sudah tidak lagi menjadi mimpi di siang bolong.
Dengan apa yang dicapainya sampai saat ini, Shin telah melukis tinta emas di canvas hati masyarakat Indonesia, seperti halnya yang melekat pada 15.890 penonton yang hadir di Stadion Manahan saat Indonesia mengunci putaran final Piala Asia U-23 2024, Selasa (9/9) mengagung-agungkan namanya. Tiga kali atau bahkan lebih dari itu dan Shin membalasnya dengan melambaikan tangan tanda terima kasih ke arah tribun yang meneriaki namanya.
Sorakan ribuan penonton saat itu begitu menggetarkan jiwa. Gelegar dari suara-suara ribuan penonton di Stadion Manahan itu adalah gambaran rasa bangga memiliki Shin di sepak bola kita. Tidak masalah belum mempersembahkan trofi karena pria kelahiran 11 Oktober 1970 itu telah memimpin Garuda Muda terbang tinggi ke Asia. Di bawah racikannya, sepak bola kita akhirnya berproses panjang dan menapaki jalan yang semestinya dituju sejak lama.
Ketika sejarah baru Garuda Muda tercipta
Oleh Zaro Ezza Syachniar Senin, 18 September 2023 6:23 WIB