Samarinda (ANTARA) - Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Mulawarman (BEM KM Unmul) Samarinda, Kalimantan Timur, menolak jika ada partai politik ingin melakukan kampanye di kampus karena dinilai bertentangan dengan undang-undang.
"Berdasarkan UU Pemilu tahun 2017, tepatnya pada pasal 280 Ayat 1, maka dalam pesta demokrasi Indonesia tahun 2024 mendatang, kami menolak adanya kampanye di kampus," ujar Presiden BEM KM Unmul Ikzan Nopardi di Samarinda, Sabtu.
Dalam Pasal 280 Ayat 1 huruf H di UU tersebut berbunyi "Pelaksana, peserta, dan tim kampanye Pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan".
Dalam ayat ini kemudian dilanjutkan dengan penjelasan bahwa fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye Pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
Berdasarkan hal tersebut, BEM KM Unmul menyatakan sejumlah sikap, pertama adalah secara prinsip perguruan tinggi harus bersih dari kepentingan politik praktis, karena sejatinya integritas kampus sangat penting menjaga iklim demokrasi yang sehat.
"Pemilu 2024 menjadi tantangan bagi perguruan tinggi untuk mengawal pesta demokrasi ini agar kondusif, tentu kami harus turut menjaga agar tidak terjadinya konflik," katanya.
Pernyataan sikap kedua adalah, kampanye sarat terhadap kontestasi kekuasaan yang kadang menciptakan perkubuan, sehingga bisa berdampak terhadap polarisasi masyarakat dan dapat terpecah belah.
Peran kampus, katanya, harus sebagai "Center of Excellence" untuk mengembangkan kajian dan penelitian terbaik dalam berbagai bidang keilmuan, maka kampus tidak sebagai tempat untuk berpolitik praktis atau sebagai instrumen pemenangan pemilu.
Peran kampus sebagai sarana untuk membicarakan masalah bersama rakyat, tempat menemukan alternatif solusi masalah, dan mitra pendidikan politik.
Pernyataan sikap ketiga, demi menjaga integritas universitas sebagai ruang intelektual dan pusat peradaban bangsa ke depan, kampus harus memberikan keberpihakan terhadap kepentingan rakyat, bukan kepada pemenangan kandidat, partai politik, dan kekuasaan.
"Kami menyarankan bukan melakukan kampanye dalam kampus, tapi melakukan uji publik, uji kelayakan dan kepatutan kepada para calon eksekutif dan legislatif, bahkan debat terbuka dengan mahasiswa yang disaksikan oleh seluruh civitas akademika," kata Ikzan.