Samarinda (ANTARA) - Marjiati seorang warga Samarinda mengaku mendapat perintah pembongkaran bangunan rumah miliknya yang berada di Jalan Danau Semayang RT 16 Kelurahan Sungai Pinang Luar oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda.
"Tanah itu milik om saya yang dihibahkan ke adiknya, (suami ibu saya). Kami punya surat hibah dan selama 40 tahun tinggal di rumah itu tidak pernah ada masalah dan mengganggu. Namun tiba-tiba Pemkot Samarinda mengakui tanah itu tanpa ada dasar," kata Nurbaita, anak dari pemilik tanah Marjiati , di Samarinda, Kamis.
Ia mengatakan Pemkot Samarinda telah mengirimkan surat peringatan, perintah pembongkaran bangunan rumah tersebut.
Nurbaita menjelaskan dalam surat tersebut, Pemkot Samarinda meminta Marjiati (orang tua saya) untuk segera membongkar atau mengosongkan bangunan di atas tanah miliknya.
Ia pun mengaku telah mengadukan hal tersebut ke lurah, camat, hingga Sekda namun tidak mendapat tanggapan dan tetap mendapat surat peringatan (SP) satu, dua dan tiga. Sehingga upaya terakhir adalah meminta bantuan melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda.
"Kalau tanah itu milik Pemkot Samarinda , tolong buktikan kepada kami. Kami taat kok, asal ada kompensasi. Jangan semena-mena begitu, kami kan juga manusia, harusnya mereka mengayomi warganya," pinta Nurbaita.
Sementara Pengacara LBH Samarinda, Mangara Tua Silaban mengatakan pihaknya telah mengajukan surat keberatan atas pembongkaran tanah milik Marjiati itu dan meminta suratnya dibalas atau diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 10 hari.
"Apabila dalam 10 hari Pemkot Samarinda tidak memiliki itikad baik untuk menyelesaikan masalah ini, maka permintaan kami dianggap disetujui menurut Undang-Undang Administrasi Pemerintahan," terangnya.
, Mangara Tua Silaban memaparkan beberapa pelanggaran yang telah pihaknya catat. Salah satunya Pemkot Samarinda diduga telah memanipulasi kliennya, Marjiati dengan memberi SP bahwa tanah yang dimaksud merupakan tanah aset milik Pemkot Samarinda.
"Kita bukan negara kekuasaan. Kita seperti dijadikan objek benda, digusur ke sana digusur ke sini. Itu melanggar hak asasi," tegasnya.
Melalui surat keberatan tersebut, LBH meminta Pemkot Samarinda untuk menyelesaikan perkara tersebut dengan tidak meneruskan atau mengulangi tindakan sewenang-wenang, intimidatif, manipulatif, tidak informatif dan maladministrasi.
"Penyampaian keberatan ini merupakan bagian dari upaya adminstrasi untuk penyelesaian masalah di luar pengadilan. LBH Samarinda menganggap perintah pembongkaran paksa tersebut telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) atas tempat tinggal," jelasnya.
Menanggapi hal tersebut Kabag Tata Pemerintahan Pemkot Samarinda, Moch Arif Surochman mengatakan hal tersebut dilakukan pihaknya sebagai bentuk pengamanan aset-aset Pemkot Samarinda.
"Masih banyak aset lain yang akan kami inventarisir dan amankan agar bisa digunakan untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas," sebutnya.
Ia menegaskan, mulai tahun ini hingga ke depan pihaknya akan melakukan pengamanan aset lagi di tempat lainnya.
"Pemkot Samarinda akan melakukan penertiban aset-aset atas penguasaan pihak lain yang tidak sesuai dengan Undang-Undang karena masih ada beberapa aset yang perlu diamankan salah satunya ini," katanya.
Moch Arif menambahkan, setelah dilakukan pengosongan Pemkot Samarinda akan mendesain untuk ruang terbuka hijau atau bangunan lainnya yang bisa digunakan untuk masyarakat umum.