Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Total Exploration and Production (E&P) Indonesie, perusahaan migas yang sudah beroperasi 45 tahun di Indonesia, menandatangani nota kesepahaman (MoU) pendidikan dengan lima perguruan tinggi di Indonesia, di Balikpapan, Sabtu (13/10).
Kelima universitas iyu adalah Sekolah Tinggi Teknologi Minyak dan Gas (STT Migas) Balikpapan; UPN Veteran, Malang; Universitas Indonesia, Jakarta; Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, dan Institut Teknologi Bandung (ITB).
"Ini upaya kami untuk meningkatkan dan menjaga kompetensi, juga pengalaman di industri minyak dan gas, agar tetap ada," jelas Hardy Pramono, Wakil Presiden Eksekutif Operasi dan Distrik Kalimantan Timur, sesaat sebelum acara penandatanganan di Hotel Novotel, Balikpapan yang diselipkan di dalam acara The 1st Asia Total Education Center Environment Seminar yang akan berlangsung hingga Minggu (14/10).
Turut menyaksikan penandatanganan ini Ngatijan, Kepala Perwakilan Badan Pengatur Hulu Migas Kalimantan dan Sulawesi, perwakilan kedutaan besar Prancis untuk Indonesia Emmanuelle Boulestreau, dan Luc Sposito dari Total Education Center.
Menurut Pramono, selama ini selalu terjadi pada Total, dan mungkin juga kepada perusahaan-perusahaan minyak dan gas lain, begitu tenaga ahlinya pensiun atau pindah, sangat susah mencari penggantinya.
Nota kesepahaman tersebut berisi perjanjian pembentukan `steering commitee` atau panitia pengarah bersama antara Total dan kampus-kampus penandatangan MoU.
`Steering commitee` ini bertugas menyepakati kegiatan yang akan dikerjakan kedua belah pihak.
"Wujudnya bisa beasiswa untuk dosen atau mahasiswa dari kampus yang bersangkutan, baik untuk belajar di dalam negeri maupun di luar negeri, bisa bantuan untuk laboratorium atau perpustakaan," papar Pramono.
Bagian dari program ini tapi sudah dimulai lebih dulu adalah kerjasama Total-ITB untuk menyelenggarakan program Master Perminyakan, yang juga bekerjasama dengan IFP, Institut Francais du Petrol (IFP) di Paris, Prancis.
"Satu yang juga kami jamin adalah, dana untuk program pendidikan ini bukan bagian yang kami mintakan cost recovery-nya kepada pemerintah Indonesia," ujar Pramono. (*)