Nunukan (ANTARA News Kaltim) - Setelah selama dua bulan lebih melakukan penelitian di kawasan hutan perbatasan Indonesia-Malaysia di Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur, unit flora fauna Tim Ekspedisi Khatulistiwa 2012 menemukan sejumlah hewan dan tumbuhan langka.
"Hewan langka dan tidak pernah ditemukan di wilayah lainnya di Indonesia itu adalah monyet bekantan, gajah borneo dan burung krangkong," kata Komandan Unit Kehutanan Tim Ekspedisi Khatulistiwa 2012 Sub Koorwil 5/Nunukan, Letda PSK Igo Harmawan, di Nunukan, Senin.
Begantang sejenis monyet berbulu lebat warna merah dan berhidung panjang, populasinya banyak ditemukan di hutan-hutan mangrove di Sei Ular Desa Sekaduyan Taka Kecamatan Nunukan.
"Jumlahnya diperkirakan mencapai antara 40 sampai 60 ekor," jelas Igo dari Pasukan Khas TNI AU ini.
Keberadaan binatang begantang di wilayah itu karena kondisi hutan manrovenya belum terjamah oleh masyarakat. Sehingga binatang ini senang berkumpul dan mencari makanan di kawasan itu.
Binatang ini seringkali bila didekati langsung terjun ke air dan menyeberang ke wilayah Malaysia.
Begantang ini merupakan binantang khas Pulau Kalimantan, termasuk di wilayah Malaysia.
Selain begantang, unit kehutanan juga menemukan gajah borneo di Desa Sekikilan Kecamatan Lumbis. Gajah Borneo ini senang makan buah kelapa sawit, makanya seringkali keluar dari hutan mencari perkebunan kelapa sawit.
Keberadaan gajah borneo ini, belum diketahui pasti apakah hidup di wilayah Indonesia atau di wilayah Malaysia. Karena lokasi ditemukannya dekat tapal batas Indonesia-Malaysia.
"Kemungkinan pada saat ditemukan itu sedang mencari makan di daerah Sebuku. Dan kemungkinan binatang itu tinggal di wilayah Malaysia," kata Igo.
Hewan langka lainnya yang merupakan binatang khas Kalimantan yaitu burung krangkong. Bulu burung krangkong ini banyak digunakan sebagai pakaian adat Suku Dayak. Burung ini memiliki paruh yang panjang dan bulunya lebat.
Khusus flora, Igo menjelaskan selama menyusuri hutan tua perbatasan di Kabupaten Nunukan ditemukan kayu langka seperti akar kedayan, akar kuning, kayu ulas.
Unit kehutanan ini juga mengaku mencari kayu yang selama ini dijadikan racun sumpit bagi masyarakat Suku Dayak. Namun tidak menemukan pohonnya, akibat kurangnya informasi dari masyarakat setempat.
"Kita tidak bisa temukan kayu itu karena tidak diketahui bentuknya. Sementara minta petunjuk dari warga setempat disembunyikan," katanya.
Penelusuran hutan di Kecamatan Sebuku, unit kehutanan juga menemukan kayu gaharu dengan populasi yang cukup banyak.
"Kita banyak temukan juga kayu gaharu, tapi tidak berisi. Isinya ini yang diambil warga untuk dijual," jelas Igo lagi.
Kayu gaharu ini ditemukan tumbuh berkelompok dan ada juga yang tumbuh secara menyebar di kawasan hutan lebat. Ukurannya bervariasi dan yang paling besar berdiameter 20 cm. (*)