Jakarta (ANTARA) - Daerah-daerah di Jawa Tengah, Maluku, dan Daerah Istimewa Yogyakarta yang tidak melakukan pembatasan sosial berskala besar untuk mengatasi penularan COVID-19 bersiasat untuk membatasi kegiatan masyarakat guna mencegah penyebaran penyakit yang disebabkan oleh virus corona tipe baru tersebut.
Kalau beberapa daerah di Jawa Tengah melakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PKM), di Maluku ada pembatasan sosial berskala regional (PSBR) dan desa di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menerapkan konsep yang disebut Merdesa dalam upaya menanggulangi COVID-19.
"Kalau kami sebenarnya tidak pada pilihan mau apa, tapi pemerintah dan masyarakat kita minta sikapi semuanya dengan segala kreativitas," kata Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dalam diskusi Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB, Jakarta, Selasa.
Pemerintah Provinsi, ia mengatakan, juga menawarkan opsi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) kepada pemerintah kabupaten/kota namun meminta mereka mempertimbangkan dampak pelaksanaannya secara menyeluruh.
"Kehadiran pemimpin untuk menghadirkan kontrol sebenarnya jauh lebih baik. Mau PSBB boleh, mau PKM boleh, mau tidak (ada) boleh. Tapi harus ada membangun kesadaran bersama, sebenarnya kuncinya ada di sana," kata Ganjar.
PKM yang diterapkan di wilayah Jawa Tengah mencakup pelaksanaan protokol kesehatan untuk menghindari penularan COVID-19.
Ganjar menekankan bahwa yang terpenting dalam upaya penanggulangan pandemi COVID-19 adalah partisipasi aktif dari masyarakat dalam usaha meminimalkan penularan COVID-19.
Berbeda dengan daerah-daerah di Jawa Tengah, Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah menerapkan PSBR untuk membatasi perpindahan orang dari satu pulau ke pulau lain guna mencegah penyebaran COVID-19.
Maluku Tengah menerapkan PSBR sejak 17 April dan telah dua kali memperpanjang pelaksanaannya hingga 29 Mei 2020.
Seorang relawan di Desa Rohomani, Kecamatan Pulau Haruku, Maluku Tengah, bernama Abdul Wahid Sangadji mengatakan bahwa PSBR juga berdampak pada kondisi ekonomi warga.
Pembatasan lalu lintas antarpulau, menurut dia, membuat sebagian warga kesulitan memenuhi kebutuhan hidup sehingga menebang pohon sagu untuk memenuhi kebutuhan pokok.
Sementara itu, Pemerintah Desa Panggungharjo di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menerapkan konsep Merdesa, yang menggabungkan kapasitas pemerintah desa dengan kapasitas sosial masyarakat desa untuk mengatasi wabah.
Kepala Desa Panggungharhjo Wahyudi Anggaro Hadi mengatakan pemerintah dan warga desa membentuk Gugus Tugas COVID-19, memetakan dampak wabah, serta melakukan mitigasi dampak sosial.
Gugus Tugas COVID-19 Desa, menurut dia, menyampaikan pemahaman tentang perlunya perubahan aktivitas sosial untuk mencegah penularan COVID-19, termasuk perubahan kegiatan ibadah dan tata cara pemakaman.
Upaya-upaya untuk meminimalkan dampak sosial upaya penanggulangan wabah tersebut, Wahyudi mengatakan, hasilnya antara lain terlihat dari tidak adanya penolakan atau diskriminasi yang dilakukan warga desa terhadap warga yang terserang COVID-19.