Samarinda (ANTARA News Kaltim) - Komisi III DPRD Kalimantan Timur, menemukan kejanggalan atas terbitnya izin kolaborasi di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto, Kabupaten Kutai Kartanegara.
Wakil Ketua Komisi III DPRD Kaltim, Andi Harun, saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) di jalan kolaborasi kawasan Tahura, Rabu (20/6) menyatakan, pihaknya menemukan keanehan dan pelanggaran terkait terbitnya izin tersebut yakni, mulai proses hingga dari segi manfaat yang diperoleh pemerintah terkait penggunaan kawasan hutan konservasi tersebut.
"Daerah bahkan negara tidak memperoleh manfaat terhadap eksploitasi sumber daya alam (SDA) batu bara. Masalah kawasan hutan konservasi di kawasan Tahura Bukit Soeharto mulai kisruh saat Menteri Kehutanan yang saat itu dijabat MS Ka`ban menerbitkan SK 577/Menhut-II/2009 yang menetapkan kawasan Tahura seluas 67.766 hektare namun tanpa dilengkapi tata batas yang telah disahkan sehari sebelum dia diganti," ungkap Andi Harun.
Sidak tersebut juga melibatkan Dinas Kehutanan, Dinas Pertambangan Provinsi Kaltim serta Pusat Penelitian Hutan Tropis (PPHT) Universitas Mulawarman Samarinda.
Pada sidak tersebut, tim menemukan adanya pembakaran lahan di kawasan Tahura, jalan lain yang bersentuhan dengan jalan kolaborasi serta pos jaga yang tidak sesuai perjanjian atas terbitnya kolaborasi pemanfaatan jalan eks HPH itu.
"Kita telah melihat lima jalan kolaborasi yang telah diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kemenhut. Anda lihat sendiri, pos jaga yang ada di setiap ujung yang dikatakan beroperasi selama 24 jam tetapi kondisinya tidak memadai," katanya.
"Kami juga mencatat, sebagian perusahaan tambang baru yang tidak mematuhi kesepakatan izin kolaborasi yang telah mereka buat dan kami juga tadi menemukan adanya pembakaran lahan di kawasan Tahura," ungkap Andi Harun.
Berdasarkan temuan tersebut, Komisi III DPRD Kaltim lanjut dia akan memanggil kembali 16 perusahaan tambang bantu bara yang beroperasi di dekat Tahura Bukti Soeharto.
"Target kami jalan izin kolaborasi itu ditutup namun kami akan terlebih dahulu memanggil pihak perusahaan yang menggunakan jalan itu serta yang beroperasi dekat kawasan Tahura untuk menyamakan visi," kata Andi Harun.
Kewenangan penutupan jalan itu, ujarnya, ada pada Menteri Kehutanan dan semestinya pihak kementerian kehutanan memahami kemungkinan resiko akibat digunakannya kawasan itu sebagai jalur `hauling` batu bara. (*)